BUKU: 2 KUTUB

Buku ini ditulis berdasarkan kisah nyata penulisnya. Mengupas secara detail dan sistematis dari gejala awal gangguan bipolar, saat berada di puncak manik dan depresi, sampai langkah-langkah pemulihannya. Inilah buku “2 KUTUB: Perjalanan Menantang Di Antara Dua Kutub”.

Info Buku >> KLIK DISINI

Memahami Kepribadian Dua Kutub

    

Oleh : Andra

Gangguan bipolar harus diobati secara kontinu, tidak boleh putus. Adanya fase normal pada gangguan bipolar sering mengakibatkan buruknya compliance untuk berobat karena dikira sudah sembuh.



"Jangan menganggap remeh gangguan bipolar!", begitulah kata Prof dr Sasanto Wibisono SpKJ(K), Guru Besar dari Departemen Psikiatri FKUI/RSCM, seperti dikutip dari harian Pikiran Rakyat 12 Mei 2006. Beliau pun melanjutkan, gangguan bipolar yang tidak diterapi dengan baik akan membahayakan jiwa penderita itu sendiri.

Gangguan jiwa bukan hanya ‘milik’ negara-negara miskin atau sedang berkembang seperti Indonesia. Pada kenyataannya, gangguan jiwa menjadi salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara maju. Dan gangguan bipolar termasuk salah satu contohnya.

Boleh dibilang, insiden gangguan bipolar tidak tinggi, berkisar antara 0,3 - 1,5%. Namun, angka itu belum termasuk yang misdiagnosis. Risiko kematian terus membayangi penderita bipolar. Biasanya kematian itu dikarenakan mereka mengambil jalan pintas alias bunuh diri. Risiko bunuh diri meningkat pada penderita bipolar yang tidak diterapi yaitu 5,5 per 1000 pasien. Sementara yang diterapi hanya 1,3 per 1000 pasien.

Dua Kutub

Layaknya sebuah magnet, gangguan bipolar memiliki dua ’kutub’ yaitu manik dan depresi. Dari situ pulalah nama bipolar itu berasal. Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III, gangguan ini bersifat episode berulang yang menunjukkan suasana perasaan pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, dan gangguan ini pada waktu tertentu terdiri dari peninggian suasana perasaan serta peningkatan energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan suasana perasaan serta pengurangan energi dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah terdapat penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, sedangkan depresi cenderung berlangsung lebih lama.

Episode pertama bisa timbul pada setiap usia dari masa kanak-kanak sampai tua. Kebanyakan kasus terjadi pada dewasa muda berusia 20-30 tahun. Semakin dini seseorang menderita bipolar maka risiko penyakit akan lebih berat, kronik bahkan refrakter.

Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Gangguan bipolar I atau tipe klasik ditandai dengan adanya 2 episode yaitu manik dan depresi, sedangkan gangguan bipolar II ditandai dengan hipomanik dan depresi.

Episode manik dibagi menjadi 3 menurut derajat keparahannya yaitu hipomanik, manik tanpa gejala psikotik, dan manik dengan gejala psikotik. Hipomanik dapat diidentikkan dengan seorang perempuan yang sedang dalam masa ovulasi (’estrus’) atau seorang laki-laki yang dimabuk cinta. Perasaan senang, sangat bersemangat untuk beraktivitas, dan dorongan seksual yang meningkat adalah beberapa contoh gejala hipomanik. Derajat hipomanik lebih ringan daripada manik karena gejala-gejala tersebut tidak mengakibatkan disfungsi sosial.

Pada manik, gejala-gejalanya sudah cukup berat hingga mengacaukan hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial. Harga diri membumbung tinggi dan terlalu optimis. Perasaan mudah tersinggung dan curiga lebih banyak daripada elasi. Bila gejala tersebut sudah berkembang menjadi waham maka diagnosis mania dengan gejala psikotik perlu ditegakkan.

Bertolak belakang dengan hipomanik/manik, gejala pada depresi terjadi sebaliknya. Suasana hati diliputi perasaan depresif, tiada minat dan semangat, aktivitas berkurang, pesimis, dan timbul perasaan bersalah dan tidak berguna. Episode depresi tersebut harus berlangsung minimal selama 2 minggu, baru diagnosis dapat ditegakkan. Bila perasaan depresi sudah menimbulkan keinginan untuk bunuh diri berarti sudah masuk dalam depresif derajat berat.

Virus-Genetik

Hingga saat ini, etiologi dan patofisiologi gangguan bipolar masih belum dapat dijelaskan. Virus pun sempat dituding sebagai biang kerok. Serangan virus pada otak berlangsung pada masa janin dalam kandungan atau tahun pertama sesudah kelahiran. Namun, gangguan bipolar bermanifestasi 15-20 tahun kemudian. Telatnya manifestasi itu timbul karena diduga pada usia 15 tahun kelenjar timus dan pineal yang memproduksi hormon yang mampu mencegah gangguan psikiatrik sudah berkurang 50%.


Akhir-akhir ini, penelitian mengarah pada keterlibatan genetik. Pemikiran tersebut muncul berawal dari ditemukannya 50% penderita bipolar yang memiliki riwayat penyakit yang sama dalam keluarga. Keturunan pertama dari seseorang yang menderita gangguan bipolar berisiko menderita gangguan serupa sebesar 7 kali. Bahkan risiko pada anak kembar sangat tinggi terutama pada kembar monozigot (40-80%), sedangkan kembar dizigot lebih rendah, yakni 10-20%. Pola penurunan tersebut tidak mengikuti hukum Mendel.

Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan bipolar dengan kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana dari kromosom tersebut yang benar-benar terlibat. Beberapa diantaranya yang telah diselidiki adalah 4p16, 12q23-q24, 18 sentromer, 18q22, 18q22-q23, dan 21q22. Yang menarik dari studi kromosom ini, ternyata penderita sindrom Down (trisomi 21) berisiko rendah menderita gangguan bipolar.


Sejak ditemukannya beberapa obat yang berhasil meringankan gejala bipolar, peneliti mulai menduga adanya hubungan neurotransmiter dengan gangguan bipolar. Neurotransmiter tersebut adalah dopamine, serotonin, dan noradrenalin. Kandidat gen yang berhubungan dengan neurotransmiter tersebut pun mulai diteliti seperti gen yang mengkode monoamine oksidase A (MAOA), tirosin hidroksilase, catechol-O-metiltransferase (COMT), dan serotonin transporter (5HTT).

Tak berhenti sampai disitu, peneliti juga mempunyai ‘tersangka’ baru yaitu gen yang mengekspresi brain derived neurotrophic factor (BDNF). BDNF adalah neurotropin yang berperan dalam regulasi plastisitas sinaps, neurogenesis dan perlindungan neuron otak. BDNF diduga ikut terlibat dalam mood. Gen yang mengatur BDNF terletak pada kromosom 11p13. Terdapat 3 penelitian yang mencari tahu hubungan antara BDNF dengan gangguan bipolar. Dan hasilnya, positif.

Komorbid

Sebagian besar penderita bipolar tidak hanya menderita bipolar saja tetapi juga menderita gangguan jiwa yang lain (komorbid). Penelitian oleh Goldstein BI dkk, seperti dilansir dari Am J Psychiatry 2006, menyebutkan bahwa dari 84 penderita bipolar berusia diatas 65 tahun ternyata sebanyak 38,1% terlibat dalam penyalahgunaan alkohol, 15,5% distimia, 20,5% gangguan cemas menyeluruh, dan 19% gangguan panik.

Sementara itu, attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) menjadi komorbid yang paling sering didapatkan pada 90% anak-anak dan 30% remaja yang bipolar.

Kelainan Otak

Terdapat perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar. Melalui pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) dan positron-emission tomography (PET), didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah yang berkurang pada korteks prefrontal subgenual. Tak hanya itu, Blumberg dkk dalam Arch Gen Psychiatry 2003 pun menemukan volume yang kecil pada amygdala dan hipokampus. Korteks prefrontal, amygdala dan hipokampus merupakan bagian dari otak yang terlibat dalam respon emosi (mood dan afek).

Penelitian lain menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin berkurang pada otak penderita bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkan membran myelin yang membungkus akson sehingga mampu mempercepat hantaran konduksi antar saraf. Bila jumlah oligodendrosit berkurang, maka dapat dipastikan komunikasi antar saraf tidak berjalan lancar.

Wawancara Psikiatrik

Sama seperti kebanyakan gangguan jiwa yang lain, pemeriksaan laboratorium tidak terlalu diperlukan. Cukup dengan wawancara psikiatri yang runut dan pemeriksaan fisik yang lengkap, diagnosis gangguan bipolar dapat ditegakkan. Pertama-tama, hendaknya menilai dulu kondisi medik umum guna menyingkirkan adanya gangguan mental organic (F00-F09). Selanjutnya, mencari tahu apakah gangguan mental yang dialami pasien merupakan akibat dari penggunaan zat psikoaktif (F10-19). Dan terakhir, menyingkirkan kemungkinan skizofrenia, gangguan skizotipal dan gangguan waham lainnya (F20-29).

Medikamentosa

Sudah lebih dari 50 tahun lithium digunakan sebagai terapi gangguan bipolar. Keefektivitasannya telah terbukti dalam mengobati 60-80% pasien. ‘Pamornya” semakin berkibar karena dapat menekan ongkos perawatan dan angka kematian akibat bunuh diri.

Tapi bukan berarti lithium tanpa cela. Terdapat segelintir orang yang kurang memberi respon terhadap lithium di antaranya penderita dengan riwayat cedera kepala, mania derajat berat (dengan gejala psikotik), dan yang disertai dengan komorbid. Bila penggunaanya dihentikan tiba-tiba, penderita cepat mengalami relaps. Selain itu, indeks terapinya sempit dan perlu monitor ketat kadar lithium dalam darah. Gangguan ginjal menjadi kontraindikasi penggunaan lithium karena akan menghambat proses eliminasi sehingga menghasilkan kadar toksik. Di samping itu, pernah juga dilaporkan lithium dapat merusak ginjal bila digunakan dalam jangka lama. Karena keterbatasan itulah, penggunaan lithium mulai ditinggalkan.

Antipsikotik mulai digunakan sebagai antimanik sejak tahun 1950-an. Antipsikotik lebih baik daripada lithium pada penderita bipolar dengan agitasi psikomotor. Perhatian ekstra harus dilakukan bila hendak merencanakan pemberian antipsikotik jangka panjang terutama generasi pertama (golongan tipikal) sebab dapat menimbulkan beberapa efek samping seperti ekstrapiramidal, neuroleptic malignant syndrome, dan tardive dyskinesia.

Valproat menjadi pilihan ketika penderita bipolar tidak memberi respon terhadap lithium. Bahkan valproat mulai menggeser dominasi lithium sebagai regimen lini pertama. Salah satu kelebihan valproat adalah memberikan respon yang baik pada kelompok rapid cycler. Penderita bipolar digolongkan rapid cycler bila dalam 1 tahun mengalami 4 atau lebih episode manik atau depresi. Efek terapeutik tercapai pada kadar optimal dalam darah yaitu 60-90 mg/L. Efek samping dapat timbul ketika kadar melebihi 125 mg/L, di antaranya mual, berat badan meningkat, gangguan fungsi hati, tremor, sedasi, dan rambut rontok. Dosis akselerasi valproat yang dianjurkan adalah loading dose 30 mg/kg pada 2 hari pertama dilanjutkan dengan 20 mg/kg pada 7 hari selanjutnya.

Pencarian obat alternatif terus diupayakan. Salah satunya adalah lamotrigine. Lamotrigine merupakan antikonvulsan yang digunakan untuk mengobati epilepsi. Beberapa studi acak, buta ganda telah menyimpulkan, lamotrigine efektif sebagai terapi akut pada gangguan bipolar episode kini depresi dan kelompok rapid cycler. Sayangnya, lamotrigine kurang baik pada episode manik.

Gangguan bipolar harus diobati secara kontinu, tidak boleh putus. Bila putus, fase normal akan memendek sehingga kekambuhan semakin sering. Adanya fase normal pada gangguan bipolar sering mengakibatkan buruknya compliance untuk berobat karena dikira sudah sembuh. Oleh karena itu, edukasi sangat penting agar penderita dapat ditangani lebih dini.

Sumber : www.majalah-farmacia.com

Bookmark and Promote!



Artikel Terkait:

Ingin mendapat artikel seperti ini langsung ke Email anda? Silahkan masukan alamat email anda untuk berlangganan.

Komentar :

ada 0 komentar ke “Memahami Kepribadian Dua Kutub”

Posting Komentar

Sampaikan komentar terbaik anda di kolom komentar :)

Tiga Serangkai eBook Bipolar

3 eBook Bipolar ini ditulis berdasarkan pengalaman nyata penulisnya. Mengupas secara detail dan sistematis dari gejala awal, saat berada di puncak manik dan depresi, sampai langkah-langkah pemulihannya. Inilah ebooknya : "Mengubah Mimpi Buruk Menjadi Mimpi Indah”, “Berdamai dengan Bipolar” dan “7 Langkah Alternatif Pemulihan Bipolar”.
eBook 1: "Mengubah Mimpi Buruk Menjadi Mimpi Indah"

Buku psikomoar ini bercerita tentang pergumulan saya selama bertahun-tahun dengan gangguan jiwa yang tidak saya fahami dan membuat saya bertanya-tanya, “Apa yang terjadi dengan diri saya? Penyakit apa yang saya alami? Bagaimana cara mengatasinya?” Ironisnya, saya baru tahu apa yang terjadi dengan diri saya, 8 tahun setelah saya pulih, bahwa saya mengalami Gangguan Bipolar. [Selengkapnya]




eBook 2: "Berdamai Dengan Bipolar"

Bagaimana mengenali dan mengatasi Gangguan Bipolar?
Bagaimana menanggapi sikap negatif orang-orang di sekitar anda?
Bagaimana mendampingi orang yang mengalami Gangguan Bipolar? eBook ini memberi jawaban dan solusi alternatif penanganan Bipolar. [Selengkapnya]



eBook 3: “7 Langkah Alternatif Pemulihan Bipolar”

eBook ini merupakan inti dari pengalaman dan pemahaman bipolar saya. Inti dari tulisan-tulisan saya di buku, ebook, blog, facebook, twitter dan media lainnya. eBook ini bukan teori-teori tentang gangguan bipolar! Bukan formula ajaib untuk mengatasi gangguan bipolar! eBook ini tentang tindakan, langkah-langkah penanganan bipolar. [Selengkapnya]


eBook Novel: “Pengorbanan Cinta”

Novel ini bukan sekedar kisah cinta yang romantis dengan segala macam konflik di dalamnya. Saya berani menyebut novel ini sebagai “Buku Pelajaran Cinta”. Beda dengan buku pelajaran pada umumnya, Buku Pelajaran Cinta ini tak membosankan, malah sangat mengasyikan dibaca. Setelah mulai membaca, jamin Anda tak ingin berhenti dan ingin terus membacanya sampai akhir cerita. [Selengkapnya]



eBook Panduan: “7 Langkah Mudah Menyusun & Memasarkan eBook”

Jika dikemas dengan desain cover yang apik dan diberi judul yang manarik, kumpulan posting blog atau catatan facebook anda bisa disusun menjadi sebuah ebook yang akan memikat pembaca di ranah maya. Selanjutnya ebook anda tinggal dipasarkan secara online.
[Selengkapnya]

 
 © Copyright 2016 Curhatkita Media  template by Blogspottutorial