Oleh : Wahyu Atmaji
JIKA ada teman yang yang berubah drastis sikapnya, tiba-tiba murung, mudah marah, mood (suasana perasaannya) -nya turun, tidak bergairah. Sementara di waktu lain mendadak gembira luar biasa, murah hati, belanja yang tidak perlu, membagi-bagi hadiah tanpa alasan jelas, dan sikap aneh lainnya, maka waspadalah. Bisa jadi dia terkena ganggunan jiwa, memasuki fase depresi yang mengarah kepada gangguan Bipolar.
Gangguan Bipolar juga dikenal dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan, dan proses berfikir. Disebut Bipolar karena penyakit kejiwaan ini didominasi adanya fluktuasi periodik dua kutub, yakni kondisi manik (bergairah tinggi yang tidak terkendali) dan depresi.
Prof dr Sasanto Wibisono, SpKJ (K), guru besar di bagian Psikiatri FKUI menjelaskan perbedaan ekstrem perasaan (manik dan depresi) penderita Bipolar tidak selalu bisa diamati oleh lingkungannya karena masing-masing individu reaksinya berlainan. Ada yang menonjol kutub maniknya, sementara yang lain menonjol depresinya.
Kondisi tidak normal itu bisa terjadi hanya beberapa minggu sampai 2-3 bulan.Setelah itu kembali ''normal'' untuk jangka waktu relatif lama, namun di kesempatan lain muncul kembali.
''Karena itu harus diobati kontinyu. Jika tidak maka siklus kambuhannya akan semakin pendek. Gangguna pada lelaki dan perempuan sama, umumnya timbul di usia remaja atau dewasa.''
Bunuh Diri
Melihat gejalanya yang ''biasa'' itu bisa jadi masyarakat banyak yang tidak tahu soal gangguan Bipolar ini. Hal ini juga diakui Sasanto. Dari data yang dimilikinya, 50% pasien yang datang ke dokter tidak tahu dirinya menderita Bipolar, karena hanya merasa depresi. Padahal penderita Bipolar banyak yang berakhir dengan bunur diri saat menanggung depresi berat.
Penyebab gangguan Bipolar multifaktor. Mencakup aspek bio-psikososial. Secara biologis dikaitkan dengan faktor genetik dan gangguan neurotransmitter di otak.
Secara psikososial dikaitkan dengan pola asuh masa kana-kanak, stres yang menyakitkan, stres kehidupan yang berat dan berkepanjangan, dan banyak lagi faktor lainnya.
Jika benar penyabab utamanya faktor sosial, stres akibat beratnya kehidupan yang berkepanjangan, bisa jadi banyak penderita Bipolar di lingkungan kita.
Meskipun belum ada survei valid, namun faktanya penderita ganggunan jiwa, depresi, kasus bunuh diri terus saja bertambah. Karena itu mereka yang bunuh diri itu kebanyakan masuk kategori ganggunan kejiwaan mana belum diketahui.
Yang jelas kurangnya pemahaman masyarakat akan kesehatan jiwa, dan stigma terhadap penderitanya, menurut Sasanto menyebabkan sikap dan perilaku yang keliru terhadap penderitanya yang mestinya ditolong.
Pada saat penderita bipolar sedang depresi, misalnya, kerap dicap sebagai orang yang tidak kuat mentel, lemah iman, tidak tawakal, dan sebagainya.
Kedokteran psikiatri mengenal lebih dari 100 jenis gangguan kejiwaan. Mulai dari kondisi sejak lahir yang terkait faktor genetik, akibat trauma selama masa perkembangan, masalah sosial, penyalahgunaan zat dan alkohol atau narkoba, hingga gangguan jiwa berat (skizofrenia, psikosis paranoid, ganguan afektif), dan masih banyak lagi.
Gangguan kejiwaan juga bisa akibat dari penderitaan fisik menahun atau penyakit yang berakibat cacat (misalnya diabetis militus, kanker, kondisi pasca stroke, pasca serangan jantung, dan sebagainya).
Ganggunan kejiwaan juga bisa terjadi sebagai dampak degeneratif/kerusakan otak karena berbagai penyakit, misalnya Alzheimer, serta kondisi kejiwaan karena usia lanjut.
Gejala kejiwaan seperti fobia sosial, yakni tidak berani tampil di depan umum, takut menjadi fokus perhatian, takut mengemukakan pendapat, takut memegang tanggung jawab, dan sebagainya, tidak bisa disepelekan. Sebab hal itu bukan ciri atau watak pribadi.
Melainkan harus disembuhkan sehingga penderita gangguan ini bisa mengembangkan potensi dirinya secara maksimal.
Menurut Prof dr Sasanto Wibisono SkKj (K) lebih dari 40% gangguan depresi di masyarakat tidak terdeteksi sehingga tidak diterapi dengan baik. Padahal biasanya penderita mengalaminya bertahun-tahun sehingga membuat kualitas hidupnya rendah dan meningkatnya risiko morbiditas dan mortalitas.
Kebanyakan gangguan kejiwaan bisa diatasi. Begitu pula dengan gangguan Bipolar masih bisa diatasi jika diobati teratur. ''Kami ingin masyarakat dapat memahami sehingga tidak perlu penderita sampai tahap parah,''kata Sasanto.
Sumber : www.suaramerdeka.com
Artikel terkait, "Gangguan Mental dan Bunuh Diri"
Artikel Terkait:
Ingin mendapat artikel seperti ini langsung ke Email anda? Silahkan masukan alamat email anda untuk berlangganan.
Komentar :
Posting Komentar
Sampaikan komentar terbaik anda di kolom komentar :)