Curhat Seorang Gadis yang Pernah Mengalami Gangguan Bipolar
Saat aku mencari-cari image yang cocok untuk ilustrasi tulisan tentang bipolar di blogku, tanpa sengaja aku membuka sebuah situs seorang gadis bernama deewardani. Blog simple namun cantik itu bernama “the diary of ms. dee”. Di halaman yang aku buka itu sang gadis bercerita tentang pengalamannya saat dia mengalami gangguan bipolar. Dia bercerita tentang masa-masa sekolah dan masa kuliah dimana dia mengalami suasana hati yang tak dia fahami.
Dia bercerita dengan bahasa gaul khas gadis metropolitan. Gaya bertuturnya santai, cool (bahkan di selingi tawa) dan mengalir begitu saja hingga mudah dicerna dan difahami. Dia memandang apa yang dialaminya (gangguan bipolar) dengan sudut pandang yang berbeda, sudut pandang seorang gadis kota yang modern dan cuek. Dia memandang apa yang dialaminya sebagai hal biasa, bagian dari kehidupannya, bagian dari jati dirinya. Aku kagum pada keberanian, keterus-terangan dan cara dia menyikapi problem psikis yang di alaminya. Berikut kutipan curhat dee di blognya :
Udah lama sebenernya gue pgn nulis soal ini. Bipolar Disorder…udh prnah denger? Sebuah gejala kelainan yang dialami beberapa manusia, tingkatan nya sedikit di atas Depresi dan jauh di atas Stres, dengan gejala yang disebut Manic. Kenapa gue nulis soal ini? Well, here’s the story…
Kira-kira sepuluh tahun yang lalu pada masa sekolah gue pernah didiagnosa memiliki gejala depresi. Di saat itu gue cuma tersenyum dan bilang, “that’s bullshit”. Dan akhirnya menolak pemeriksaan lebih lanjut. Depresi itu akhirnya ga terlalu gue rasain, sampai akhirnya beberapa tahun kemudian – di masa kuliah gue – gue akhirnya memeriksakan diri atas saran seorang teman kuliah gue. Lagi-lagi, gue dibilang mengalami depresi. Tapi kali ini, gue akhirnya mau duduk di satu ruang bersama seorang ahli yang pada saat itu malah jadi ikut mengalami gejala gangguan jiwa setelah ngobrol sama gue, dengan jadwal sesi 2-3 kali seminggu masing-masing 2-3 jam. Sang ahli ini terus-terusan bilang gue depresi, tapi ga bisa bilang apakah gue bener-bener sakit ato “sakit”. Yang pasti ga ada seorang pun diantara kami yang bisa benar-benar menjelaskan apa penyebab sikap gue yang ga bisa tenang tapi juga terkadang justru terlalu tenang, apa penyebab ke’gelisah’an gue, apa penyebab pikiran gue yang sering tiba-tiba melayang ke tempat-tempat ga penting yang mengakibatkan gue ga bisa konsentrasi, apa penyebab kebiasaan gue yang meracau tiba-tiba tapi kemudian bisa diam sampai berhari-hari, apa penyebab gue yang seakan punya gejala schizophrenia tapi sadar sepenuhnya untuk bisa membedakan mana yang imajinasi dan mana yang kehidupan nyata….dan terutama adalah, apa penyebab kekacauan emosional gue.
Sang ahli ini akhirnya cuma bisa menggantikan minuman-minuman beralkohol yang gue konsumsi sejak masa sekolah dengan obat-obat dengan nama-nama keren – dari Vallium, Prozac, hingga Lithium –untuk bisa menenangkan gue. Terutama supaya gue bisa tidur di malam hari, karena di masa-masa depresi gue (termasuk ketika masa kuliah), gue nyaris ga pernah bisa menutup mata di malam hari. Walaupun….yah, namanya juga mahasiswa arsitektur. Klo malam ya ga gue minum dunk, bisa ga kelar atuh tugas2 gue…ya ga? Tapi tetep, obat-obat ini selalu ada di kantong gue ato at least ada di dalam tas. Siapa tau tiba-tiba gue dapet serangan adrenalin rush yang membuat gue tiba-tiba punya rage yang begitu tinggi seperti ketika satu kali gue pernah mengejar orang habis-habisan gara2 dia nyipratin air genangan ke mobil yang gue naikin bareng temen sekontrakan gue. Atau ketika gue tiba-tiba memukul cermin di hadapan gue tanpa alasan yang jelas, bahkan sampe sekarang pun gue ga bisa inget sebenernya gue kenapa waktu itu. Atau seperti ketika satu kali gue ngelempar stick drum gue dari atas panggung ke muka salah satu penonton yang teriak-teriak manggil-manggil gue dengan bahasa yang bikin emosi banget, bahkan nyaris lompat dari atas panggung untuk nerkam tu orang…tapi dunia beruntung punya seorang Aryo yang badannya cukup kuat untuk nahan gue waktu itu, heuheuheu
Bertahun-tahun gue dan sang ahli, beserta teman-teman gue yang tau soal ini, ga bisa nemuin jawaban soal apa sebenernya yang salah sama gue. Karena itu mulai beberapa waktu yang lalu, gue melepaskan diri dari obat-obatan ga penting yang ga terlalu ngebantu itu (terakhir gue mengkonsumsi Vallium), dan kembali beralih ke alkohol, untuk menenangkan diri. Sampai akhirnya satu ketika….di satu hari ketika gue dan keempat temen kontrakan gue di Solo duduk bareng di depan TV, nonton The Oprah Show dimana jawaban itu ada. Tema saat itu membahas seorang wanita yang membunuh anaknya dan dihukum penjara entah berapa puluh tahun (maaf, gue lupa), dan didiagnosa memiliki kelainan jiwa. Ketika di penjara dan seorang psikiater diberi kesempatan dan waktu khusus untuk meneliti dan mengamati wanita ini, si psikiater menyebut istilah Bipolar Disorder untuk mendefinisikan apa yang dialami si wanita, yang ngakunya sering gelisah dan panik tanpa sebab, emosi-emosi yang tiba-tiba berubah, halusinasi-halusinasi yang nyaris nyata, bahkan amnesia singkat. Dan kemudian, keempat teman gue tersebut spontan menoleh ke arah gue. Bahkan Leny, salah satunya bilang, “hey, that’s you, honey….”, smentara gue cuma tersenyum dan bilang, “…damn. Thank you, Oprah”.
Sehari setelah itu, gue dan keempat teman gue menemui sang ahli yang udah bertahun-tahun berusaha meneliti sekaligus menemani gue menghadapi kegelisahan gue. Dengan membawa laptop Amey, dan mengajak beliau untuk browsing bareng di internet untuk mempelajari hal ini. Sedikit bersyukur juga sih, karena salah satu teman gue tadi adalah mahasiswi Psikologi di salah satu kampus di Solo, jadi dia bisa berkomunikasi dengan lebih baik ke sang ahli yang waktu itu shock berat karena baru kali itu gue dateng bawa teman, dan langsung satu rumah pula gue bawa, heuheuheuh….
Anyway, kami berenam pun akhirnya menyimpulkan, bahwa memang apa yang gue alami adalah sesuai dengan definisi di atas. Bipolar disorder…..hal ini sebenarnya belum gue komunikasikan dengan orang tua gue. Gak penting, mereka juga sama sekali ga tau soal segala kegiatan dan proses gue menemui ahli jiwa juga kok, hohohohoh. Setidaknya kami tahu apa yang salah ma gue dan gimana cara memperbaikinya, walopun gue masih menolak obat-obatan macam apapun untuk menenangkan diri gue. Sementara ini masih aman kok, daripada gue kelak jadi punya kecenderungan untuk menenggak habis obat yang gue kantongin ketika mengalami panik dan emosi berlebihan, jadi ya ntar aja kali ye berobatnya. Hahahaha…dengan mendapat jawab ini aja gue udah merasakan kebebasan kok. Seakan baru aja menemukan sepotong bagian puzzle dari diri gue yang ilang. Sekarang tinggal nyari potongan-potongan lainnya. Karena mungkin dengan begitu, gue justru ga akan butuh mengkonsumsi minuman atau obat apapun. Siapa tau, ya kan??
Jika anda punya kisah/pengalaman pribadi seperti ini, silakan kirim ke Curhatkita. Pengalaman anda mungkin akan bermanfaat bagi orang lain yang mengalami masalah seperti anda.
Sumber : http://deewardani.blogspot.com
Image by : http://deewardani.blogspot.com
Artikel Terkait:
Ingin mendapat artikel seperti ini langsung ke Email anda? Silahkan masukan alamat email anda untuk berlangganan.
Komentar :
jangan sampe kena deh gw,,,
Semoga berhasil pencarian Anda. tetaplah berpikiran terbuka, termasuk terbuka terhadap opsi minum obat (yang tepat tentunya) dalam jangka waktu dan dosis yang cukup.
almarams
Ada beberapa tingkatan kondisi bipolar, tetapi dari berbagai penelitian dalam jangka panjang ditemukan bahwa pengobatan justru diperlukan untuk mencegah perburukan. Silahkan meneruskan usaha untuk mempelajari berbagai penelitian tentang ganguan ini. Pengobatan yang tepat tentunya membawa hasil yang baik.
agung
Kalau melihat obat yang diberikan kepada Dee, tampaknya ahli jiwa yang ditemui sudah tau bahwa diagnosanya adalah bipolar disorder (manic deppresive). Lithium adalah obat standar bagi penderita bipolar. Kalau sekarang Dee ke psikiater, paling juga akan dikasih lithium lagi.
Lithium itu sebenarnya a simple salt. Tidak akan menimbulkan ketergantungan seperti valium atau xanax yang masuk golongan obat penenang dan berbahaya kalau dipergunakan jangka panjang. Dan sebaiknya diminum terus untuk mengendalikan periode manic yang kalau dibiarkan makin lama akan makin parah. Cuma memang harus cek kadar garam dalam darah secara berkala, secara lithium itu golongan garam.
Yeni Rosa
Lithium mgkn memang gak menimbulkan ketergantungan sprti Vallium dan Prozac, dan memang bisa menenangkan mania yang dialami penderita manic depression
Lithium yang merupakan golongan garam pernah saya konsumsi selama 3 tahun dan saya hentikan penggunaan nya karena saya mengalami banyak efek samping, seperti dehidrasi, muntah air dan darah ketika saya emosi atau gelisah, dan saya malah sering susah berkonsentrasi ketika mengerjakan tugas2 kuliah saya yang sering memaksa saya untuk tidak tidur di malam hari (seringnya sih gak kepaksa tapi memang kondisinya seperti itu)
Ahli jiwa yang saya temui waktu itu berada di kota Solo, dimana belum ada kebiasaan untuk orang2 disana untuk menemui psikiater sebagai cara untuk mencari penyelesaian masalah kejiwaan atau pikiran seperti di kota besar seperti Jakarta, karena itu tidak ada studi banding untuk masalah saya dan itu yang menimbulkan keraguan dari sang ahli dalam mempelajari masalah saya.
Ada banyak alasan kenapa saya belum melanjutkan pengobatan, tapi saya sudah setahun ini baik2 saja karena saya menemukan "obat" yang cukup baik untuk diri saya sendiri. Mungkin hal ini akan saya tulis di blog saya....well, maybe...hehehehe
Anyway, trims untuk perhatiannya dan trims karena sudah membagi cerita saya disini
-d-
Posting Komentar
Sampaikan komentar terbaik anda di kolom komentar :)