Seorang sahabat curhat di blognya. Curhat tentang kesehariannya. Curhatnya begitu menyentuh kedalaman jiwa. Aku seperti melihat apa yang dialaminya, lalu melihat diriku yang juga sering mengalami hal yang sama.
Oleh : Annas Nashrullah
Akhirnya, air mata ini tumpah juga. Waktu membuka tirai kamar tidur didapati istri dan anak semata wayangku tidur terlelap. Masih ingat betul, sekitar pukul 12.30 WIB tadi, istri sempat mengirimkan pesan singkat.
“Ayah di mana, nda laper”.
Sudah dua hari ini memang bekal hidup sudah mulai menipis bahkan sudah tidak ada. Tapi berdiam diri di rumah, sama saja dengan menyiksa diri. Meski tanpa bekal Rp10 ribu yang biasa istri sisipkan di kantong celana, aku bergegas ke DPRD Subang. Utang kopi, pikirku.
Belum juga habis kopi hasil utang, hp berdering lagi, ada seseorang yang mengajak ku ketemu. Duh Gusti, terimakasih, barangkali ini mnejadi harapan untuk anak dan istriku makan hari ini. Min haitsu la yahtasib, memang. Si orang itu memberi dua lembar uang.
“Aku harus pulang, segera,” pikirku.
Di rumah, pintu tertutup, sepi. Tapi sandal masih lengkap di teras. Aku buru-buru ke kamar tidur, dan yups di sana anak dan istriku terlelap tidur. Jiwaku membathin. Betapa durhakanya aku membiarkan istri tertidur dalam lapar. Kontan air mata mulai mengalir. Sesaat aku membayangkan betapa tidak berharga dan berdayanya aku di depan istri dan anakku.
“Nda, ayah datang bawa uang. Ayo bangun cepet beli nasi,” kataku lirih membangunkan istri.
Jika anda ingin mengenal dia lebih dekat, silakan kunjungi rumah digitalnya di sini.
Artikel Terkait:
Ingin mendapat artikel seperti ini langsung ke Email anda? Silahkan masukan alamat email anda untuk berlangganan.
Komentar :
makasih kang....
setelah saya baca ulang dan menelaah, ternyata pilu juga ya baca cerita itu. gak nyangka, saya sempat mengalami kondisi seperti itu.....
Posting Komentar
Sampaikan komentar terbaik anda di kolom komentar :)