Ditulis Oleh : Tarjum
Sambil memeluku, ibu membuka gelung rambutnya, lalu menutup luka di kepalaku yang masih mengucurkan darah dengan rambutnya yang panjang. Sepertinya ibu tak sanggup berkata-kata lagi, sambil menangis dia memeluk erat tubuhku, seakan tak ingin melepaskannya. Aku merasakan benar kekhawatirannya, rasa cinta dan kasih sayangnya yang begitu besar padaku.
Saya percaya anda sekalian punya pengalaman yang sangat berkesan dan tak mungkin dilupakan, bagaimana besarnya cinta dan kasih sayang seorang ibu pada anaknya. Cinta seorang ibu pada anaknya memang tiada bandingannya. Tentu saja kasih sayang seorang Bapak juga tak bisa dianggap kecil.
Saya mau cerita sebuah pengalaman yang saya rasakan dan masih saya ingat dengan baik sampai sekarang. Sebenarnya banyak pengalaman mengesankan yang pernah saya rasakan tentang kasih sayang ibu. Yang akan saya ceritakan hanya salah satunya. Berikut kisahnya.
Aku (pake kata ganti ‘Aku’ karena lebih enak diucapkan saat bercerita) lupa waktu itu umurku berapa, seingatku sih antara kelas satu dan kelas dua Sekolah Dasar (SD). Sepulang sekolah aku biasa main di sebuah tempat ngumpulnya anak-anak seusiaku tak jauh dari rumahku. Permainan anak jaman dulu bukan di ruangan seperti permainan anak-anak sekarang, tapi dihalaman rumah yang luas. Permainan yang kami lakukan lebih banyak aktivitas fisiknya.
Waktu itu aku main tembak-tembakan menggunakan pistol bambu dengan peluru pentil (buah yang masih kecil) jambu air yang banyak berjatuhan di bawah pohonnya. Kami menyebutnya jambu semarang. Aku bermain dengan dua orang teman sebaya dan seorang teman yang usianya 4 tahun lebih tua. Kami bermain dua lawan dua, saling mengejar dan saling menembak di halaman depan rumah, samping dan belakang rumah. Lawanku mengejar dan mau menembak ke arahku, aku berlari mundur sambil menembak ke arahnya (welehhh..seru ya, kayak perang beneran aja..he..he…).
Saat sampai di pojok rumah, aku membalik badan berniat lari ke bagian pojok rumah yang lain. Tanpa kuketahui, lawanku yang satu lagi berlari dari pojok rumah yang lain dan dia juga tak tahu kalau aku berlari ke arahnya. Tak ayal lagi, BRAAKKKK…GDBUGG.!! kami berdua bertabrakan dan terjatuh tapat di pojok rumah. Untuk sesaat kami kaget dan saling diam, masih belum sadar dengan apa yang terjadi. Aku baru sadar ketika darah segar mengucur deras dari dahiku, saat kuraba, dahiku robek sekirar 2 cm. Sekilas aku melihat temanku yang aku tabrak meringis kesakitan, satu gigi depannya patah. Aku bangkit berdiri, sambil menangis aku berlari ke arah jalan raya. Kebetulan aku melihat bibiku lewat di jalan, aku berlari kearahnya, lalu memeluknya sambil menangis. Bibiku tampak kaget, melihatku menangis dengan darah bercucuran dari dahiku, “Ya, ampun….kenapa kamu, kenapa?” Ia langsung membopongku, setengah berlari menuju rumahku.
Cinta Ibu Begitu Besar
Sesampainya di rumahku, bibi memanggil-manggil ibuku. Ibuku yang kebetulan ada di rumah, dengan wajah kaget keluar dari rumah dan berlari ke arahku. “Pot, kenapa kepalamu… kenapa…?” (panggilan kesayangan ibuku padaku adalah “Cepot”). Suaranya tercekat, tangisnya pecah. Sambil memeluku, ibu membuka gelung rambutnya, lalu menutup luka di kepalaku yang masih mengucurkan darah dengan rambutnya yang panjang. Sepertinya ibu tak sanggup berkata-kata lagi, sambil menangis dia memeluk erat tubuhku, seakan tak ingin melepaskannya. Aku merasakan benar kekhawatirannya, rasa cinta dan kasih sayangnya yang begitu besar padaku.
Saudara, tetangga dan teman-teman mainku berkumpul di rumahku, ingin melihat kondisiku dan ingin tahu kejadiannya sampai aku bertabrakan dengan teman mainku. Bapakku juga sudah pulang dari ladang, walaupun tampak khawatir beliau tampak lebih tenang. Bapak memeriksa luka di dahiku. Yang Bapak khawatirkan, gigi depan temanku yang patah tertinggal di lukaku, karena dahiku yang luka tampak putih seperti warna gigi. Ternyata itu adalah tulang batok kepala. Singkat cerita, diantar pamanku menggunakan sepeda motor Bapak membawaku ke Puskesmas untuk mengobati luka di dahiku. Luka di dahiku harus dijahit beberapa jahitan. Sampai sekarang luka tabrakan itu masih membekas di dahiku, di atas alis kananku.
Setiap kali melihat bekas luka ini saat bercermin, aku ingat dan bisa merasakan besarnya kekhawatiran cinta dan kasih sayang Ibu dan Bapak padaku. Cinta dan kasih sayang yang tak akan pernah bisa aku balas dengan apa pun.
“Maafkan aku Ibu, Bapak, sampai saat ini aku belum bisa membalas budi baik Ibu dan Bapak”. Aku belum bisa berbuat banyak untuk membahagiakan meraka berdua, malah sebaliknya masih suka merepotkan mereka.
Kenangan
Saat ini jika aku bertemu dengan teman main yang aku tabrak dulu, yang masih tinggal satu desa denganku, kami suka saling tersenyum. Ada kenangan yang tak akan pernah terlupakan diantara kami (kayak lagu aja..he..he), karena ada bekas luka tabrakan di wajahku dan wajahnya. Di dahiku ada bekas luka jahitan, sedangkan dia gigi depanya patah dan terlilhat jelas saat dia tersenyum.
Sumber foto : http://kfk.kompas.com
Artikel Terkait:
Ingin mendapat artikel seperti ini langsung ke Email anda? Silahkan masukan alamat email anda untuk berlangganan.
Komentar :
I LOVE U MOM heheh love u full
Posting Komentar
Sampaikan komentar terbaik anda di kolom komentar :)