Oleh : Priska
Mungkin sejak lama saya mengalami kecemasan yang tidak saya sadari. Pastinya kapan mulainya saya tidak tahu persis. Saya juga tidak tahu penyebab yang pasti dari kecemasan saya. Memang sangat banyak hal tragis yang saya lalui dalam kehidupan saya, terlalu panjang untuk diceritakan, tapi saya pikir waktu itu saya cukup kuat mengatasinya. Saya mulai mengalami kecemasan hebat ketika saya sedang mengadung usia 3 bulan. Kecemasan itu sempat sembuh sekitar 3 tahun namun karena adanya tekanan yang sebenarnya kecil tapi bertubi-tubi saya alami, saya kembali mengalami kecemasan yang timbul tenggelam terus menerus sampai akhirnya lebih sering saya alami. Anehnya bisa tanpa pencetus yang berarti dan di mana saja. Itu membuat saya takut keluar rumah dan berada di tempat ramai seorang diri. Ke mana-mana harus dengan suami saya.
Saya berdoa minta petunjuk Tuhan dan saya dipertemukan dengan tidak sengaja dengan seorang psikiater. Saya rutin berkunjung ke psikiater tersebut yang sangat baik dan sangat... sangat... sangat menolong saya. Dia lebih banyak memberi nasihat daripada memberi saya obat-obatan meskipun sampai 3 kali saya pernah dirawat di rumah sakit karena gangguan panik.
Saya masih ingat psikiater tersebut berkata bahwa "obat bukanlah solusi" hanya bisa menolong dalam jangka waktu tertentu. Yang paling penting adalah "pengendalian diri dan mengenali gejalanya serta beradaptasi dengan keadaan kita". Kalau saudara ingin alamat dokter tersebut saya akan memberikannya via email ke priskagracepeace@yahoo.com.
Sejak saya menyadari keadaan saya tahun 2006 sampai sekarang memang saya masih menderita kecemasan. Bedanya, dulu saya tidak menyadarinya karena itu sering panik, sekarang saya menyadarinya dan saya menerima keadaan saya. Saya tidak tergantung dengan obat-obatan meskipun memang dalam waktu tertentu saya membutuhkannya.
Yang paling membuat saya bisa menghadapi keadaan saya adalah dukungan dari seluruh keluarga yang mengasihi, mendorong dan menerima saya apa adanya. Meskipun demikian tak bisa saya pungkiri, saya memang masih menutupi keadaan saya dengan dunia luar.
Saya seorang yang bekerja dan yang paling berat adalah saya sebagai pengajar yang harus berdiri didepan banyak orang. Seringkali kecemasan saya datang ketika saya sedang mengajar. Tapi dalam hati saya terus menaikkan doa dan perkuat tekad untuk menyelesaikan semua tanggung jawab saya.
Saya juga pernah mengalami tahap depresi, di mana semua keinginan sepertinya lari menjauh. yang ada rasanya ingin mengurung diri dan mengasihani diri. Tapi dukungan keluarga terus mengalir kepada saya. Pengertian dan kasih sayang membuat saya bangkit dan bisa lanjut studi sampai jenjang selanjutnya dan berhasil lulus dengan nilai yang sangat memuaskan. Bahkan saat ini, saat yang cukup berat bagi saya ketika saya sedang menulis artikel ini. Perasaan di dada sedang berkecamuk. Depresi saya datang dan pergi, berkeringat dingin, dada yang mau meledak, jantung berdebar dan mau pingsan. Tapi saya terus berjalan dengan moto "kalau saatnya mati, matilah dalam Tuhan, pasti masuk surga. Saat ini saya sedang menjambil studi lanjut dengan konsentrasi yang berbeda dan hampir menyelesaikannya.
Apapun keadaan kita, kalau kita memang harus menjalaninya, kita harus terima dengan lapang dada. Saya sangat bersyukur, karena dukungan yang begitu besar dari keluarga. Kasih sayang yang diberikan membuat saya kuat menjalani beratnya pergumulan hidup karena gangguan jiwa yang saya alami. Tapi itu harus kita jalani dengan ikhlas. pasti kita akan sanggup melaluinya.
Saat menulis ini saya belum sembuh, hanya saya punya modal optimis, meskipun itu kadangkala pudar.
Saya bisa bertahan, selain karena keluarga, saya juga mensugest diri saya sendiri, saya mendorong diri saya, saya mengucapkan kata-kata yang optimis dan membangun bagi diri saya sendiri dengan bersuara. Saya mengatakan hal-hal yang baik, indah, yang memiliki tujuan yang mulia DENGAN BERSUARA setiap pagi dan menjelang tidur. Saya tidak lupa berdoa dan berserah untuk kehidupan ini serta bersyukur untuk semua yang boleh saya nikmati.
Semoga tulisan ini boleh memberikan pencerahan bagi kita semua penderita gangguan jiwa lainnya. Kalau mau share pengalaman juga boleh ke email saya di atas.
Terima kasih untuk pengelola blog ini.Terima kasih Priska atas kesediaan dan keberanian anda sharing pengalaman di blog ini. Tulisan anda mengalir jernih, penuh semangat, optimis dan menginpirasi. Pengalaman anda akan sangat bermanfaat bagi teman-teman yang mungkin saat ini masih bergulat dengan gangguan kecemasan seperti yang anda alami.
Saya berharap akan lebih banyak lagi teman-teman yang bersedia dan berani sharing pengalaman pribadinya di halaman blog ini, agar bisa membantu, memberi dukungan, inpirasi, motivasi dan solusi kepada orang-orang yang mengalami problem psikologis.
Tarjum
Artikel Terkait:
Ingin mendapat artikel seperti ini langsung ke Email anda? Silahkan masukan alamat email anda untuk berlangganan.
Komentar :
Sesungguhnya kita membutuhkan kecemasan itu sendiri. Kecemasan adalah sumber motivasi dan semangat seseorang. Mustahil sukses tanpa melewati kecemasan. Kisah sukses hari ini adalah hasil pergumulan dan pengendalian terhadap kecemasan-kecemasan yang tengah dan telah dialami sebelumnya. Mengelola kecemasan dengan baik justru akan menjadikan kecemasan itu sebagai "peluang". Tidak mengherankan ada orang misalnya yang memilih hobi-hobi yang "mencemaskan" seperti arung jeram, terjun payung. Marilah kita berlatih mengelola kecemasan menjadi peluang.
Kecemasan petualangan dan tantangan yang nyata sesungguhnya sangat berbeda dengan kecemasan karena gangguan psikologi. Kecemasan karena gangguan psikologi seringkali diterjemahkan dalam tulisan agar orang bisa mengenali gejalanya. Namun sulit sekali dipahami oleh mereka yang belum pernah mengalaminya. Karena itu saya tidak pernah menyalahkan orang yang tidak bisa mengerti, karena sesungguhnya mereka belum pernah merasakannya.
Memang semua gangguan itu karena kejiwaan. Tapi bagi penderita, itu sangat nyata dan menyiksa. Ia tidak akan pernah mau memilih berada di area itu. Seperti saya. Saya seringkali ingin waktu-waktu manis tanpa kecemasan itu kembali. Saya ingin ada suatu titik-balik. Saya yakin akan ada waktunya Tuhan. Tapi... kalau itu tidak bisa kembali berarti saya harus menerima dengan lapang dada sebagai pemberian dari Tuhan. Pasti segala sesuatu ada hikmahnya. Bukankah demikian?
Saya melatih kecemasan menjadi peluang meskipun itu sangat... sangat... sangat luar biasa sulit... tapi saya bisa menyelesaikan studi S2 saya justru ditengah kecemasan dan sekarang sedang ambil konsentrasi yang lain...
Thanks untuk masukannya.
Salam kenal mbak priska. Mbak saya punya riwayat kecemasan dan serangan panik seperti mbak priska. Saya dulu juga bolak-balik masuk RS. Sudah berapa tahun mbak Priska sakit, sampai sekarangkah? Minum obat atau tidak mbak? Kalo saya sampai sekarang masih rutin ke Psikiater dan minum obat, tetapi tetap beraktivitas walaupun kecemasan tiap hari masih sering datang..........................boleh saya sharing dengan mbak priska? Terima kasih.
Salam kenal ibu priska, saya seorang anak dimana ibu saya mengalami anxietas kecemasan berlebihan... mohon masukan ibu priska, dukungan seperti apa yang dapat saya berikan agar ibu saya bisa lebih baik... mohon infonya, psikiater yang ibu sebutkan di artikel diatas, sebagai masukan untuk ibu saya...
terima kasih sebelumnya...
Posting Komentar
Sampaikan komentar terbaik anda di kolom komentar :)