“Pemberdayaan dan Kemandirian Konsumen Keswa”
Oleh Tarjum
Setelah istirahat makan siang, kami berlima (saya, Anta Samsara, Bagus Utomo, dr. Tika Prasetiawati, Sp.KJ dan Fanni) ngobrol di ruang seminar. Kami asyik berdiskusi soal pemberdayaan orang-orang yang mengalami gangguan jiwa terutama ODS dan ODB, agar bisa mendiri secara ekonomi. Menurut Mas Bagus, kemandirian ekonomi konsumen keswa itu sangat penting karena akan berpengaruh positif terhadap tingkat kepercayaan dirinya.
Konsumen keswa sebenarnya punya banyak potensi yang jika digali dan dikembangkan akan menjadi sumber penghasilan. Potensi-potensi tersebut tentunya harus dikelola, diberi wadah dan diorganisir dengan baik agar nantinya bisa menjadi sumber dana untuk masing-masing anggota dan untuk pengembangan organisasi atau komunitas seperti KPSI dan PJS.
Kang Anta menimpali, bahwa di PJS sebenarnya sudah ada lini usaha yang akan dikembangkan namun masih dalam proses perencanaan dan belum berjalan. Dengan adanya rencana dari KPSI untuk pemberdayaan potensi ekonomi para anggotanya, Anta berharap PJS dan KPSI bisa bekerja sama untuk segera merealisasikan gagasan dan rencana tersebut.
Menurut saya, konsep pemberdayaan dan kemandirian ekonomi konsumen keswa merupakan gagasan bagus yang harus segera direalisasikan agar tak berhenti pada tataran wacana. Tentu saja untuk menggali, mengembangkan dan mengorganisir potensi-potensi konsumen keswa bukan hal yang mudah. Menurut Mas Bagus kendala utamanya adalah modal. Gagasan ini juga harus dijalankan dengan hati-hati agar tak ada kesan negatif mengkomersilkan oraganisasi atau komunitas untuk kepentingan pribadi atau sekelompok orang, demikian menurut Bagus.
Menurut Bagus, gagasan kemandirian ekonomi ini harus segera diwujudkan, karena sebuah organisasi atau kemunitas akan mandeg dan kurang bisa berkembang tanpa dukungan dana yang memadai untuk membiayai kegiatan-kegiatan organisasi.
Saya mencontohkan, di daerah saya ada beberapa pesantren yang beru berdiri, namun tidak berkembang bahkan ada yang akhirnya berhenti karena tidak punya sumber dana yang memadai. Meraka hanya mengandalkan dana dari sumbangan donatur yang jumlahnya sangat terbatas. Padahal banyak potensi ekonomi yang bisa digali dan dikembangkan sebagai sumber dana untuk membiayai pembangunan sarana dan prasarana pesantren. Bercermin dari kasus tersebut, menurut saya kemandirian ekonomi sebuah organisasi memang sangat penting bahkan bisa dibilang vital untuk kelangsungan oraganisasi tersebut.
Diskusi kami berlima semakin menarik setalah kedatagnan Mas Nawa Tunggal, sang wartawan yang ramah dan humoris dan Rhino Ariefiansyah, fotograper yang beberapa hasil jepretannya di pamerkan di ruang seminar. Kami saling melempar gagasan, usaha apa saja yang kiranya bisa dijalankan dan apa produknya. Fanni, misalnya mengusulkan jualan produk makanan karena dia suka membuat beberapa jenis kue. Dia juga punya produk kesehatan alami yaitu madu murni. Anta, punya gagasan untuk bekerjasama dengan pemilik kios atau gerai di salah satu komplek rumah sakit jiwa di Jakarta. Bagus, punya gagasan membuat café yang sekaligus menjadi galeri tempat memajang lukisan dan karya seni anggota komunitasnya. Gagasan-agasan yang menarik dan cukup realistis. Selanjutnya tinggal bagaimana memulai langkah-langkah konkrit untuk mewujudkan gagasan-gagasan tersebut.
Walaupun belum ada kata sepakat diantara kami tentang produk dan jenis usaha apa yang akan dijalankan, namun konsep pemberdayaan dan kemandirian ekonomi konsumen dan komunitas keswa tersebut sepertinya semakin matang. Mas Bagus, menurut saya orang yang paling siap dan antusias untuk mewujudkan gagasan tersebut, karena dia punya kapasitas dan kapabilitas untuk itu. Dia juga punya talenta dan jiwa bisnis yang cukup kuat. Buktinya dia sudah cukup berhasil menjalankan bisnis baksonya (kapan-kapan kirim baksonya ke Subang Mas Bagus,..he..he..)
Diskusi yang menarik dan mengasyikan, sampai tak terasa hampir dua jam kami ngobrol dan bertukar pendapat. Tak ada perdebatan atau pertentangan dalam obrolan tersebut, karena kami saling memahami satu sama lain. Sebaliknya banyak kesamaan pemikiran dan pandangan diantara kami. Mungkin karena kami berbicara dari hati-kehati dengan penuh empati. Kami sepertinya bisa saling memahami bukan hanya apa yang kami bicarakan tapi apa yang kami rasakan dan kami pikirkan. Sungguh sebuah pertemuan dan obrolan yang mencerahkan dan membahagiakan.
Obrolan kami terhenti karena ruang seminar hampir selesai dibereskan oleh petugas hotel dan akan digunakan untuk acara lain. Kami berenam segera beranjak dari ruang tersebut menuju ruang lain tempat symposium psikiatri kemunitas berlangsung.
Setelah berjalan-jalan menikmati kemegahan ruang-ruang hotel Borobudur yang megah, saya menemui kang Anta, Mas Bagus dan Mas Nawa yang sedang sibuk memasang pamflet KPSI di ruang pamer Presentasi Poster. Walaupun seminar masih akan berlangsung sampai jam 17.30, seitar jam 16.00, saya pamit pulang kepada mereka bertiga, karena mobil perusahaan yang akan saya tumpangi sudah akan pulang ke Subang.
Saya berjalan ke luar dari hotel Borobudur, menuju jalan Lapangan Banteng. Dari lapangan Banteng saya naik angkutan kota ke Senen. Dari Senen naik Bajaj menuju kemayoran tempat mobil perusahaan menunggu. Ternyata naik bajaj itu asyik ya, gak kegerahan walaupun tanpa AC dan lebih cepat karena Bajaj bisa selap-selip menembus kemacetan jalanan Jakarta. Alasan lainya?...ongkos Bajaj murah..he..he..
Selamat tinggal rekan-rekan PJS, KPSI dan PDSKJI yang luar biasa….selamat tinggal Borobudur yang megah…selamat tinggal Jakarta…..
Terima kasih untuk dr. Hervita Diatri, Sp.KJ, dr. Natalingrum Sukmarini, Sp.KJ dan dr. Albert Maramis, SpKJ(K), atas undangan, sambutan dan jamuannya yang sangat memuaskan. Terima kasih juga untuk semua rekan-rekan yang saya temui dan sudi menemui saya di lokasi seminar.
Semoga Tuhan mempertemukan kita kembali dilain kesempatan dengan suasana yang penuh keakraban dan kebahagiaan.
Inilah foto jepretan mBak Tika, saat diskusi kecil di ruang seminar.
Ket. Foto : Fanni (Baju pink kerudung putih), Tarjum (kemeja biru tua), Bagus Hargo Utomo (batik abu-abu), Nawa (baju kuning), Anta Samsara (batik krem pake kacamata).
Subang, 15 Oktober 2010
Salam Sejahtera,
Tarjum
Artikel Terkait:
Ingin mendapat artikel seperti ini langsung ke Email anda? Silahkan masukan alamat email anda untuk berlangganan.
Komentar :
Posting Komentar
Sampaikan komentar terbaik anda di kolom komentar :)