Oleh Tarjum
Dia mengabarkan ada seorang karyawati perusahaan kami yang dibawa ke klinik dalam keadaan pingsan.
Aku bekerja di sebuah perusahaan Garment, sebagai Staff HRD yang mengurusi Jamsostek. Jadi kalau ada karyawan yang sakit, kecelakaan atau meninggal, aku yang ngurusin.
Menurut keterangan dokter yang memeriksa, karyawati tersebut keracunan obat.
“Pasiennya harus dirujuk ke rumah sakit Pak, agar segera ditangani lebih intensif!” Kata perawat tersebut.
“Namanya siapa? Saya mau cek dulu ke bagian absensi, dia hari ini masuk kerja apa tidak. Soal tindakan selanjutnya, nanti saya kabarin segera ke klinik.” Kataku. Lalu aku tutup teleponnya.
Aku langsung cek ke Pak Asep, Staff HRD bagian absensi Factory 2. Setelah di cek di data absensi karyawan, Susi (nama samaran), sekitar jam 10 pagi izin pulang dengan alasan ibunya sakit. Dia memaksa pulang dan tak mau menunggu sampai jam istirahat tiba (jam 12.00).
Aku dan Pak Asep agak bingung. Izin pulang untuk menengok ibunya yang sakit, tapi malah dia yang pingsan karena keracunan obat? Apa yang sebenarnya terjadi padanya?
Mengapa Dia Nekad Mau Bunuh Diri?
Aku dan Pak Asep, coba mencari informasi untuk memecahkan teka-teki tentang Susi yang membingungkan ini.
Aku cek ke security yang bertugas di pintu keluar masuk karyawan. Menurut laporan security, Susi memang memberikan surat izin pulang kepada security di pos jaga dengan alasan ibunya sakit. Dia dijemput seorang laki-laki paruh baya.
Siapa juga laki-laki itu? Orang tuanyakah, pacarnya, apa cuma tukang ojeg? Malah tambah membingungkan.
Selang beberapa saat, ada telepon masuk dari dokter di klinik. Dokter mengabarkan bahwa pasien masih pingsan dan harus segera dibawa ke Rumah Sakit. Pihak klinik menunggu persetujuan pihak perusahaan.
Aku putuskan, agar karyawati tersebut segera dibawa ke Rumah Sakit menggunakan Ambulance klinik, karena semua mobil perusahaan dipakai.
Aku tanya ke perawat klinik kronologi kejadiannya, bagaimana karyawati tersebut bisa sampai ke klinik dalam keadaan pingsan. Menurut perawat klinik, pasien diantar oleh tetangga kostnya, Yanti namanya.
Saya meminta nomor HP teman kost Susi untuk menggali informasi, apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang menyebabkan dia nekad minum obat sampai membuatnya pingsan? Siapa sebenarnya yang sakit? Lalu siapa yang menjemputnya ke pabrik?
Ketika aku hubungi, Yanti menjelaskan bahwa Susi sempat minta tolong dari dalam kamarnya, ketika dilihat ke kamarnya Susi masih sadar, namun tak lama kemudian dia pingsan. Yanti mendapati di kamar Susi bekas bungkus obat anti sesak napas. Yanti segera membawa Susi ke klinik terdekat dengan menumpang mobil angkot.
Aku, meminta kepada ADM Produksi untuk menghubungi keluarganya. Namun tak ada satu pun nomor HP keluarganya yang aktif dan bisa dihubungi. Laki-laki yang tadi pagi menjemputnya pun tak ada kabar beritanya dan tak diketahui siapa dia sebenarnya.
Sampai di sini masih belum diketahui, apa penyebab Susi nekad minum obat over dosis sampai pingsan. Dugaan sementara, dia minum obat karena ada masalah dengan orang tua atau kekasihnya.
Malam hari sebelum pulang kerja, aku telepon ke rumah sakit tempat Susi di rawat. Menurut perawat rumah sakit, Susi sudah siuman tapi kondisinya masih lemah. Aku juga mendapat kabar dari Yanti, pihak keluarganya sudah ada yang bisa dihubungi dan sedang menuju ke rumah sakit. Syukurlah, klo ternyata sudah ada pihak keluarganya yang datang.
Informasi Tak Terduga
Sepulang kerja, saat sedang santai melepas lelah sambil nonton TV, tiba-tiba istriku memberitahu bahwa Susi sakit dan sekarang dirawat di rumah sakit. Dia tahu dari cerita teman Susi yang kost di kosan kami. Istriku melanjutkan cerita, bahwa Susi memang mau bunuh diri dengan menenggak obat sesak napas over dosis.
“Lho, itu kan Susi yang tadi siang rame dibicarakan di kantor? Susi yang itu bukan?” tanyaku kaget.
“Iya, Susi yang sekarang kerja di tempat kerja Papah!”
“Terus, kenapa katanya dia sampe nekad mau bunuh diri?” tanyaku makin penasaran.
“Kata temennya sih, karena ditinggal pacarnya pulang kampung. Pacarnya itu habis kontrak di perusahaan tempatnya kerja.”
“Pacarnya yang mana sih? Kok prustasi ditinggal pacar sampe segitunya?”
“Itu lho Pah, yang dulu pernah main ke sini. Yang gayanya kayak cowok, suka ngerokok juga.”
“Ooooh…cewek tomboy itu pacarnya! Jadi dia itu lesbian ya?” tanyaku.
“Iya, dia lesbian. Katanya kan yang lesbi itu klo frustasi bisa lebih nekad. Menurut temennya, dulu juga pernah mau bunuh diri, sama gara-gara pacarnya mau pulang.”
Aku merenung, mengingat kronologi cerita Susi dari tadi siang sampai malam ini. Terjawab sudah teka-teki dan pertanyaan-pertanyaan yang membuatku dan teman-teman di kantor bingung dan bertanya-tanya.
Susi ternyata nekad minum obat gara-gara frustasi ditinggal pulang kampung cewek pacarnya. Berarti, tadi pagi dia berbohong ketika meminta izin pulang dengan alasan ibunya sakit.
Tapi aku sama sekali tak menyangka, kalau ternyata pacarnya itu seorang perempuan.
Selama ini aku hanya mendengar cerita-cerita tentang lesbi atau cinta sejenis nun jauh di kota-kota besar sana. Atau cerita-cerita yang aku lihat di layar kaca dan aku baca di internet.
Tapi, sekarang cerita itu terjadi di sini, di tempatku bekerja bahkan di sekitar rumahku, sangat dekat.
Cerita tentang perempuan seperti apa lagi yang akan terjadi di sekitarku? Entahlah.
Cerita reportase ini diikutkan dalam "Lomba Ngeblog KOMPAS Women Fiesta"
Mohon dukungannya dengan menulis komentar atau memberi nilaidisini
Artikel Terkait:
Ingin mendapat artikel seperti ini langsung ke Email anda? Silahkan masukan alamat email anda untuk berlangganan.
Komentar :
Posting Komentar
Sampaikan komentar terbaik anda di kolom komentar :)