Oleh : Budi Yuniarsa
Mungkin cerita ini bisa ada manfaatnya...bagi yg mau belajar menulis dan berhadapan dengan Penerbit berskala besar (Gramedia grup).
Bulan februari 2008 saya hanya merenung,"apa yang dapat saya wariskan dan bermanfaat bagi anak cucu saya, jika umur saya tidak panjang?"
Aha, ”Saya nulis apa aja yang ada dipikiran saya”. Mulailah saya menulis dengan cara yang sederhana yaitu mendisiplinkan diri untuk meluangkan waktu 1 jam dalam sehari untuk menulis. Saya mulai membuat tema-tema yang ingin saya buat. Setiap saya mendapat informasi, ide maupun data saya mulai masukan kedalam tulisan saya berdasarkan temanya. Hasilnya bisa satu halaman, dua, tiga, bahkan bisa 3 bab dalam semalam jika mood-nya lagi keluar.Draft buku yang tadinya saya targetkan dalam setahun baru jadi..malah selesai dalam 2 minggu.He..he..he..ternyata benar, lebih baik buat target daripada tidak sama sekali.
Saya print hasil kerja saya dan saya bagikan kepada teman-teman dan keluarga. luar biasa mereka menanggapinya dengan begitu antusias. Ini yang namanya "Peluang", terutama setelah seseorang rekan saya yaitu seorang yang berusia 58 tahun, seorang Haji yang tidak pernah lulus SD dapat memahami Aset setelah membaca buku saya. Beliau dapat berdiskusi dengan orang-orang yang notabene sudah menyelesaikan kuliah S1, bahkan ada yang S-2. Inikah yang namanya ilmu yang bermanfaat bagi orang banyak? Inikah yang dikatakan oleh Bob Sadino? Bahwa pendidikan yang terlalu tinggi malah membuat pembatas terhadap peluang apa yang disiapkan dunia.
Saya baru memahami, mengapa pak Bob selalu mengatakan bahwa membangun usaha tidak perlu pendidikan yang tinggi, tetapi hanya perlu langsung "BERTINDAK". Ternyata hal yang beliau katakan dengan caranya seolah antipati dengan pendidikan adalah benar. Beliau tidak bermaksud untuk menyatakan bahwa pendidikan tidak penting, tetapi pendidikan yang terlalu tinggi sekarang, kadang membuat orang memiliki Arogansi Akademis dan cenderung mengkotak-kotakan orang, sehingga tidak mau melihat peluang yang ada di sekitarnya. Alasan orang berpendidikan tinggi biasanya pada saat melihat peluang emmbuat alasan tidak dapat menjalankan karena tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan saya, tidak punya kemampuan dengan itu dan banyak alasan lainnya. Tapi menurut saya berarti kalau orang yang berpendidikan tinggi seharusnya lebih baik daripada yang tidak berpendidikan tinggi. Bukan persoalan BISA atau TIDAK BISA. Menurut saya sebenarnya sejatinya sebuah pendidikan adalah membuat orang melihat peluang lebih banyak dan menyikapi peluang tersebut dengan tepat, bukan membatasinya. Siapaun bisa mendapatkan peluang, jika orang tersebut tetap mau BELAJAR (tidak harus selalu sekolah,red).
Melihat orang antusias dengan draft buku saya..aha...ini ada peluang. Munculah ide/gagasan saya untuk mengirimkan pada penerbit. Tapi apa mau ga yah penerbit menerima buku saya? laku ga nanti buku saya?...Keraguan..ini ciri khas manusia yang membuat manusia harus lebih baik dalam berbuat, bukan takut...
Gagasan atau ide tersebut saya bayangkan bahwa seolah-olah buku saya itu laku dipasaran. Orang-orang akan datang ke toko buku membeli buku saya. Saya bayangkan bahwa buku saya adalah buku yang dibutuhkan oleh masyarakat, karena saya yakin bahwa Aset adalah sesuatu yang fundamental atau hal yang mendasar dibutuhkan oleh setiap manusia. Setiap manusia pasti membutuhkan aset. Itulah Visi yang saya tanamkan dalam benak saya.
Juni saya tawarkan kepada seorang teman saya seorang penulis terkenal (bukunya best seller) dan mengelola sebuah penerbit yang sedang berkembang, dengan harapan "masa temen ga akan membantu temannya?"...hasilnya "GAGAL" teman sayalah yang pertama menolak dan memberikan kritik bahwa buku saya terlalu berat, gaya tulisannya belum bagus, editor juga ga mau ngedit, dan akan sulit laku dipasaran...Apalagi saya bukan penulis terkenal, bukan tokoh terkenal, bukan orang yang mampu membayar ongkos cetakan sendiri dan banyak kritik yang membuat saya cukup alasan untuk tidak jadi menuliskan buku dan menjadi penulis. "Apakah saya harus mempercayai teman saya?" jawabannya adalah "TIDAK". bayangkan kalau kita memercayai ucapan seorang penulis terkenal dan pengelola penerbit yg sedang berkembang...yang menjatuhkan keyakinan kita..kita sama-sama tau hasil akhirnya..naskah kita menjadi sampah dan kita mencari-cari alasan. Dan apa yg terjadi dengan kita sekarang? cerita ini akan berhenti sampai disini dan kita tidak pernah membuat sejarah kesuksesan.
Saya hanya percaya pada "Allah" dan kata hati saya menyatakan "Jalan Terus, Bud.cari jalan lain, emangnya cuma lewat situ kamu bisa mencapai impian/visimu. Jangan biarkan seorangpun mencuri IMPIAN/VISI kamu"
Dengan penolakan yang menjadi sumber amunisi atau bensin bagi motivasi saya, saya coba untuk menawarkan ke tiga penerbit, salah satunya Elexmedia Komputindo (Gramedia Grup). Satu penerbit awalnya menolak, satu lagi tidak memberikan kepastian yang jelas, tinggal satu penerbit lagi.
Tiga hari kemudian telepon saya berdering dari Elexmedia, saya diminta datang satu minggu kemudian.
Bisa ga yah?...perang argumentasi antara si Yakin dan si Ragu di dalam diri saya mulai terjadi menunggu penantian satu minggu menjelang presentasi di Elexmedia? Apa yang harus saya lakukan yang terbaik dan dapat diterima penerbit? Kesalahan apa yang terjadi kemarin sehingga saya ditolak, dan saya tidak boleh lakukan lagi? Mana yang harus saya Pilih? Si Ragu atau si Yakin? karena saya yakin HIDUP ADALAH PILIHAN...
Budi Yuniarsa,
Penulis buku “Seri Paradigma Baru: Harta Vs Aset, Pilih Kaya Atau Makmur”
Artikel Terkait:
Ingin mendapat artikel seperti ini langsung ke Email anda? Silahkan masukan alamat email anda untuk berlangganan.
Komentar :
Posting Komentar
Sampaikan komentar terbaik anda di kolom komentar :)