Oleh : Oki RosganiSeorang pemuda mendatangi Zen-sei dan bertanya, “Guru, saya tak
mengerti mengapa orang seperti Anda mesti berpakaian apa adanya, amat
sangat sederhana. Bukankah di masa seperti ini berpakaian
sebaik-baiknya amat perlu, bukan hanya untuk penampilan melainkan juga
untuk tujuan lain?”
Sang Guru hanya tersenyum. Ia lalu melepaskan cincin dari salah satu
jarinya dan berkata, “Sobat muda, akan kujawab pertanyaanmu, tetapi
lebih dahulu lakukanlah satu hal untukku. Ambillah cincin ini dan
bawalah ke pasar di seberang sana. Bisakah kamu menjualnya seharga
satu keping emas?”
Melihat cincin Zen-sei yang kotor, pemuda tadi merasa ragu, “Satu
keping emas? Saya tidak yakin cincin ini bisa dijual seharga itu.”
“Cobalah dulu, sobat muda. Siapa tahu kamu berhasil,” kata guru
Pemuda itu pun bergegas ke pasar. Ia menawarkan cincin itu kepada
pedagang kain, pedagang sayur, penjual daging dan ikan, serta kepada
yang lainnya. Ternyata, tak seorang pun berani membeli seharga satu
keping emas. Mereka menawarnya hanya satu keping perak.
Tentu saja, pemuda itu tak berani menjualnya dengan harga satu keping
perak. Ia kembali ke padepokan Zen-sei dan melapor, “Guru, tak seorang
pun berani menawar lebih dari satu keping perak.”
Zen-sei, sambil tetap tersenyum arif, berkata, “Sekarang pergilah kamu
ke toko emas di belakang jalan ini. Coba perlihatkan kepada pemilik
toko atau tukang emas di sana. Jangan buka harga, dengarkan saja
bagaimana ia memberikan penilaian.”
Pemuda itu pun pergi ke toko emas yang dimaksud. Ia kembali kepada
Zen-sei dengan raut wajah yang lain dan berkata, “Guru, ternyata para
pedagang di pasar tidak tahu nilai cincin ini sesungguhnya. Pedagang
emas menawarnya dengan harga seribu keping emas. Rupanya nilai cincin
ini seribu kali lebih tinggi daripada yang ditawar oleh para pedagang
di pasar.”
Zen-sei tersenyum simpul sambil berujar lirih, “Itulah jawaban atas
pertanyaanmu tadi sobat muda. Seseorang tak bisa dinilai dari
pakaiannya. Hanya “para pedagang sayur, ikan dan daging di pasar” yang
menilai demikian. Namun tidak bagi “pedagang emas”.
“Emas dan permata yang ada dalam diri seseorang, hanya bisa dilihat
dan dinilai jika kita mampu melihat ke kedalaman jiwa. Diperlukan
kearifan untuk melihatnya, dan itu membutuhkan proses. Kita tak bisa
menilainya hanya dengan tutur kata dan sikap yang kita dengar dan
lihat sekilas. Seringkali yang disangka emas ternyata loyang dan yang
kita lihat sebagai loyang ternyata emas “
Semoga sekelumit cerita di atas dapat menambah kedalaman jiwa kita
dalam memandang makna hidup dan kehidupan ini.
Artikel Terkait:
- Inspirasi dari Gadis Mungil dengan Down Sindrom
- Hati-Hati dengan “Sang Pencuri Impian”
- 5 Tips Rahasia Awet Muda, Cantik dan Menawan
- Solusi Holistik Pemulihan Depresi & Bipolar
- Cinta yang Luar Biasa Seorang Ayah kepada Anak Angkatnya
- Pengamen Nyentrik di Markas Polres Subang
- Inilah Cinta yang Sederhana dan Apa Adanya
- Apa kata Krisna jika Melihat Kisah Cinta Rais dan Risna?
- Banyak “Tongki” Masuk ke Desa Kami
- Pakwi, Pelukis Wayang Peraih MURI
- Jika Engkau Sibuk Mengurus Kebaikan bagi Orang lain, Tuhan yang akan Mengurus Kepentinganmu
- Inpirasi dari film “Mongol”, True Story Genghis Khan
- Hana Madness dan Kreasi Bipolar
- Tanggung Jawab dan Keberanian yang Luar Biasa Dua Ekor Semut Pemimpin
- Sahabat yang Unik dan Langka
- Guruku Teladanku
- Cemas, Takut dan Bimbang Terhadap Diri-Sendiri, Bagaimana Solusinya?
- Jika Mau Melamar Sang Kekasih, Apa yang Akan Anda Katakan Kepada Calon Mertua?
- Do'a dan Renungan
- Ibuku, Tak Pernah Membentak Apalagi Memukulku
- Gabriel Muniz, Bocah Tanpa Kaki yang Punya Talenta Luar Biasa
- Ayahku adalah Sahabat, Teman Curhat dan Penasihatku
- Salahkah Aku di Lahirkan ke Dunia ini?
- Rencana “Gowes Sepeda Jakarta-Magelang” dalam Rangka Hari Kesehatan Jiwa
- “Man Jadda Wajada!” Mantra 'Sakti' dari Pesantren
- Hati-Hati dengan “Sang Pencuri Impian”
- Cinta yang Luar Biasa Seorang Ayah kepada Anak Angkatnya
- Pengamen Nyentrik di Markas Polres Subang
- Apa kata Krisna jika Melihat Kisah Cinta Rais dan Risna?
- Mengapa dan Bagaimana Dia Jadi Tongki?
- Ebook True Story “Mengubah Mimpi Buruk Menjadi Mimpi Indah”
- Inpirasi dari film “Mongol”, True Story Genghis Khan
- Tanggung Jawab dan Keberanian yang Luar Biasa Dua Ekor Semut Pemimpin
- Ibuku, Tak Pernah Membentak Apalagi Memukulku
- Gabriel Muniz, Bocah Tanpa Kaki yang Punya Talenta Luar Biasa
- Ayahku adalah Sahabat, Teman Curhat dan Penasihatku
- Ujian Tuhan untuk Seorang Istri Luar Biasa yang Bijaksana dan Berjiwa Besar
- Kejujuran Iblis Kepada Nabi Muhammad SAW ( 2 )
- Kejujuran Iblis Kepada Nabi Muhammad SAW
- Seorang Karyawati Nekad Bunuh Diri
- Pelajaran Berharga dari Nenek “Berbibir Merah” di Lereng Merapi
- Bagaimana Mengatasi Kejenuhan Rutinitas Kerja dengan Cara Sederhana namun Unik dan Berkesan
- Pelajaran Berharga dari Seorang Janda Tua
- Apa yang Bisa Kita Pelajari dari Pasukan Super Khusus Amerika Serikat, “Tim Enam” Navy SEAL?
- Bagaimana Bertahan Hidup Selama 3 Minggu di Lautan Lepas?
- Zhang Da, Bocah Tangguh yang Pantang Menyerah!
- Inilah Kaver buku “Mengubah Mimpi Buruk Menjadi Mimpi Indah”
- Perempuan Tua yang Hilang Ingatan itu Diusir Petugas Ronda
- Keajaiban Memberi
- Ketegaran Jiwa Seorang Sekizofrenia
Ingin mendapat artikel seperti ini langsung ke Email anda? Silahkan masukan alamat email anda untuk berlangganan.
Komentar :
betul sob, bermakna banget ceritanya..kita tidak boleh memandang org hanya dengan tampilan fisik saja,, tapi hatinya..:)
pertamax.... hihi maksa!
tapi bener banget ni mas! ini ilustrasi baru dan segar bagi pepatah "jangan liat buku dari covernya"
thx y mas
Posting Komentar
Sampaikan komentar terbaik anda di kolom komentar :)