Pengalaman Pribadi
Oleh : Wida Mirawati
Sebuah titik balik yang tak pernah kubayangkan sebelumnya akan terjadi dalam hidupku. Mengantarkanku menuju episode hidup yang baru. Sebelas tahun yang lalu, tepatnya saat aku masih duduk di bangku sekolah menengah pertama, aku adalah sosok yang jauh berbeda dengan aku saat ini. Rambut kubiarkan diikat tanpa penutup jilbab, meskipun kadang jika aku berangkat sekolah kukenakan jilbab itu dengan seadanya. Dengan rambut yang masih menyembul di depan, lengan baju yang tergulung sampai siku, dan rok yang terbelah sampai betis, tapi saat itu aku merasa begitu salih. Koleksi rok pun hanya beberapa saja, di luar sekolah aku lebih senang mengenakan celana, baik panjang atau pendek. Hingga Ayahku saat itu begitu cemas dengan keadaanku, tentang bagaimana masa depanku, bagaimana aku tumbuh sebagai wanita dewasa kelak.
Memasuki masa SMA, nilai ujian nasional yang cukup tinggi mengantarkanku maasuk sekolah yang cukup favorit di kotaku, namun jauhnya jarak membuatku ragu karena harus tinggal di kos jauh dari orangtua. Namun saat Ayah mengantarku untuk pindah, beliau berkata 'mungkin ada rencana Allah yang jauh lebih baik dengan kamu sekolah di sana". Sebuah ucapan yang baru kusadari maknanya setahun kemudian, dan selalu kuingat hingga kini.
Penampilanku tidak banyak berubah. Jilbab hanya sesekali kukenakan jika ke sekolah, di luar sekolah celana pendek dan kaos oblong masih menjadi kostum favoritku. Aku mengikuti ekstrakulikuler Paskibra, sebuah aktivitas yang memang kucintai sejak aku masih di sekolah dasar, dulu setiap tujuh belas Agustus, aku selalu melihat Paskibraka nasional mengibarkan bendera di istana negara lewat televisi, aku bermimpi menjadi bagian dari mereka. Tegap, gagah, berwibawa. Aku berlatih dengan giat, berjemur di panas matahari menjadi kegiatan harianku. Hingga impianku menjadi pasukan Pengibar Bendera Pusaka tiba di depan mata. Meski bukan nasional, aku tetap bangga karena mampu menyisihkan ratusan siswa lainnya.
Tapi apa yang terjadi, ketika impian tiba di depan mata sebuah pertanyaan menyentakku. Temanku yang begitu anggun dengan pakaian yang membungkus tubuhnya, dan jilbab yang membalut wajah cantiknya, bertanya padaku dengan ringan, "kapan atuh mau pakai jilbab yang benar?" Nadanya ringan saja, tapi membuatku tersudut. Kujawab dengan ringan juga,"nanti ya, tahun depan kalau sudah jadi Paskibraka." Dalam bayanganku, memakai jilbab yang benar, sesuai aturan sebagaimana tertulis dalam Al-Ahzaab 59, begitu menyiksa, panas, ribet, dan membatasi aktivitas, apalagi sesaat lagi impianku menjadi paskibraka akan terwujud. Saat itu Paskibraka belum diperbolehkan memakai jilbab, beda dengan sekarang. Dulu, aku begitu tidak suka jika melihat ibuku memakai jilbab, atau sepupuku yang berjilbab rapih. Mendengar jawabanku, temanku tersenyum, lalu ucapnya "trus kalau kamu meninggal besok gimana?"
Deg! tak kuduga pertanyaan itu akan menimpaku. Lama pertanyaan itu menghantuiku, tentu saja karena tak ada satu pun yang tahu kapan ajal menjemput. Akhirnya, saat karantina Paskibraka tiba, aku memutuskan untuk mengundurkan diri. Bisa dibayangkan pergolakan batin yang kualami, antara keinginan kuatku meraih impian dan keyakinan yang mulai tumbuh. Para senior yang mendengar masalahku menyudutkanku, memaksaku untuk tetap ikut, bahkan beberapa senior mejauhiku, begitu pun dengan teman-teman seangkatanku, mereka mendorongku untuk tetap melanjutkan masuk karantina. Bagi mereka dan bagiku menjadi anggota Paskibraka adalah prestasi dan kebanggaan. Akhirnya hatiku luluh oleh bujukan, tapi aku kalah secara keyakinan. Aku maju. Tapi dalam hati aku berjanji, setelah ini aku akan memantapkan niat memakai jilbab dengan benar.
Agustus 2003 impianku tercapai sudah. Kini kumantapkan niat memakai jilbab. Kumulai dengan mengulurkan jilbabku yang biasa melilit leher hingga terjulur ke dada. Canggung, malu saat bertemu teman-teman, seolah semua orang memandangiku. Namun kecanggungan itu tetap kujalani, hingga akhirnya aku maupun teman-temanku mulai terbiasa dengan penampilan baruku. Bahkan kesan pejilbab yang kaku pun hilang sudah. Dengan berjilbab aku tetap bisa bergaul dengan semua teman, bahkan dari berbagai keyakinan. Aku pun tetap berprestasi di keanggotaan Paskibra dengan menjadi pelatih dan sempat terpilih sebagai Komandan Peleton terbaik putri dikotaku, tentu tanpa menanggalkan jilbab. Aku pun berani tampil berbeda di setiap perlombaan dengan memakai jilbab, dan mampu membuat kelompok kami memboyong piala. Aku merasa aman, terlindungi dari tatapan dan tangan jahil. Aku lebih bangga karena hanya akan memperlihatkan tubuhku kepada seorang lelaki yang mengikatku dengan cinta dan ridha Allah. Sedangkan perjuangan untuk memakai jilbab membuatku tetap bertahan dari berbagai godaan, tak mudah melepas keyakinan. Aku pun lebih menghargai mereka yang sedang berusaha menutup auratnya tanpa menyudutkan.
Akhirnya ucapan Ayahku di awal dulu terbukti sudah, inilah rencana Allah untuk menjadikanku lebih baik.
Salam untuk teman-teman Paskibra SMAN 2 Cianjur, kalian membuatku kuat.
Wida Mirawati
Email : widamyrawati@yahoo.com
Artikel Terkait:
Ingin mendapat artikel seperti ini langsung ke Email anda? Silahkan masukan alamat email anda untuk berlangganan.
Komentar :
Posting Komentar
Sampaikan komentar terbaik anda di kolom komentar :)