Pengalaman Pribadi
Oleh : Empok Geo
Aku terlahir bukan dari kalangan orang yang berada. Keluarga kami untuk tetap dapat hidup harus meninggalkan pulau jawa (Transmigrasi) menuju pulau Kalimantan. Di pulau Kalimantan kami pun bukan tinggal didaerah perkotaan, namun kami tinggal disebuah desa terpencil. Dan ternyata desa tersebut baru saja dibuka dari hutan belantara yang dialih fungsikan menjadi perkampungan. Di desa kami untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi kami harus ke kota kabupaten yang memiliki jarak 500 km kira-kira jauhnya, atau pergi ke kota-kota lain yang berjarak tidak kurang dari 200 km. karena di desa kami pendidikan formal baru sampai setingkat Sekolah Dasar (SD).
Ayahku yang bekerja sebagai seorang guru honorer mendapatkan gaji yang hanya pas-pasan untuk makan saja. Sehingga ayah saya harus mencari pekerjan sampingan yang bisa menutupi biaya-biaya lainnya seperti biaya sekolah, biaya beli pakaian dan lain-lain.
Pekerjaan sampingan orang tuaku itu adalah berkebun dan berternak kambing dan sapi. Untuk mengerjakan pekerjan sampingannya itu, ayah ku tidak bisa mengerjakannya sendirian. Dia membutuhkanku untuk membantunya mengerjakan pekerjaan sampingannya itu.
Aku yang masih duduk dibangku kelas lima SD sudah mendapat tugas yang amat berat. Tugas yang diberikan padaku mengembalakan kambing di waktu siang hari dan mencarikan rumput untuk diberikan pada malam harinya. Kambing peliharan kami berawal dari dua ekor saja, kambing betina dan jantan. Kemudian kambing peliharan kami terus berkembang hingga pernah mencapai 15 ekor, yang membuatku lelah mengurusinya.
Pekerjaanku ini tidak membuatku malu dan minder kepada teman-teman sebayaku, karena pekerjaan ini telah membudaya dikerjakan oleh anak-anak seusia itu di desa kami pada waktu itu. Sebab kita semua baru mengawali hidup didaerah yang baru sehingga kemapanan masyarakat disana belumlah terjamin.
Tapi kedongkolanku disebabkan oleh kakakku yang juga seorang lelaki, dia tidak pernah membantu kami bekerja. Ini membuat aku merasa bahwa ayahku tidak berlaku adil pada kami, aku pun sering marah dan ngomel-ngomel disaat aku disuruh untuk memperhatikan dan merawat ternak dengan baik. Perilakuku yang demikian itu tidak membuat ayah membebaskanku dari tugas. Ia tetap saja menyuruhku untuk mengurusi hewan ternak itu. Aku yang masih anak-anak itu belum mengerti betul bagaimana aku harus bersikap terhadap keadaan pada waktu itu.
Kakakku memang tidak tinggal bersama kami, karena dia melanjutkan sekolah ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) di kota kecamatan yang jaraknya cukup jauh itu, yang tidak memungkinkan dia untuk pulang pergi sehingga ia harus menetap disana (ngekos). Berdasarkan inilah dia tidak dapat membantu kami bekerja. Karena belum mengertinya aku terhadap pentingnya pendidikan, aku pun tidak menerima alasan orang tua ku yang selalu mengatakan ini padakaku “kakak mu itu sekolah”, dan aku selalu menjawabnya “kalau gak sekolah kenapa sih?”. Karena melihat aku yang mulai berani membantah pembicaraan mereka, Ayah dan ibuku selalu menasehati aku tentang pentingnya pendidikan.
Setelah aku lulus SD ternyata di desa kami telah berdiri SMP yang dipelopori oleh Ayahku sendiri, sehingga akupun sekolah disitu. Mengapa harus sekolah jauh-jauh kalu di desa sendiri sudah ada, tidak hanya diringankan oleh biaya sekolah, tetapi juga masih diuntungkan dengan keberadanku yang masih berada di desa sehingga saya masih bisa membantu mereka mengurusin hewan peliharan dan lain-lain.
Karena orang tua saya melihat bahwa saya telah tumbuh menjadi besar dan memiliki tenaga yang cukup, maka tugas sayapun ditambah olehnya, dengan ikut serta mengolah kebun. Karena saya sekolah masuk pukul 12.30 a.m dan pulang pada pukul 16.30 a.m, maka di pagi hari saya pergi kekebun pukul 7.30 a.m hingga pukul 11.00 a.m dan setelah pulang sekolah saya pun bersama ayah saya mencari rumput untuk ternak kami. Jadwal pun seakan tersusun rapi yang harus saya kerjakan sesuai dengan waktunya.
Kesempatan aku untuk bermain pun tidak ada kecuali pada hari minggu dan hari libur lainnya, dan dikala ayahku pergi ke kota untuk urusan-urusan sekolah. Sering kali aku merasakan kesedihan karena melihat teman-teman yang sedang bermain-main. Namun aku tidak mampu melawan perintah orang tuaku sejak kejadian diwaktu SD dulu, dan aku juga takut menjadi anak yang durhaka kepada orang tua.
Ketika aku melanjutkan sekolah ke tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Perguruan Tinggi, aku harus pergi meninggalkan kampung, dan meninggalkan orang tuaku. Kehidupanku menjadi tidak teratur karena serba kekurangan, biaya orang tua tidak bisa menghandel seluruh kebutuhanku. Karena keinginanku yang kuat untuk sekolah aku pun harus tetap bisa bertahan dengan keadaan itu.
Berbekal dengan kerja keras, mental baja, dan kemampuan dalam bekerja aku pun bisa mencukupi kebutuhanku. Meskipun aku harus bekerja menjadi seorang kuli bangunan, pencuci piring dikantin sekolahanku, hingga menjadi seorang guru praktek computer di sekolahan SMK yang aku tempati sekolah dulu. Ini semua aku peroleh dari didikan orang tuaku yang mengajarkanku untuk bekerja keras, menjadi seorang bermental baja, dan memiliki kemauan untuk bekerja dan akhirnya aku bisa hidup mandiri meskipun aku masih berusia muda.
Empok Geo
Email : faizinempokgeo@longger.co.cc
Artikel Terkait:
Ingin mendapat artikel seperti ini langsung ke Email anda? Silahkan masukan alamat email anda untuk berlangganan.
Komentar :
Posting Komentar
Sampaikan komentar terbaik anda di kolom komentar :)