Cerpen Curhatkita #12
Oleh Veronica
Tok! Tok! Terdengar ketukan lembut, pada pintu kamarnya.
"Non, ada mas Doni tuh!" kata Bik Ijah dari balik pintu.
"Mas Doni? Bilang aja, lagi nggak ada Bik orangnya."
"Tapi, non..tadi?" kata Bik Ijah seraya memotong kalimatnya.
"Pokoknya, bilang aja aku nggak ada lagi pergi, kek! Lagi, ke mana kek! Terserah, deh! Pokoknya, bilang saja nggak ada! Titik!" perintah Indah cepat. Ia kembali menjatuhkan tubuhnya ke atas tempat tidurnya. Dan membiarkan pikirannya melanglang buana.
Mas Doni? Males banget, aku ketemu dia. Indah ingat betul perlakuan mas Doni terakhir kalinya.
Mas Doni memarahinya. "Indah, kamu mau ikut senam atau tidak sih? Yang serius, dong! Jangan ribut, terus!" maki mas Doni waktu itu. Indah, merasa sakit hati. Bayangkan? Di marahin di depan umum? Betapa malunya.
"Huh! Mau ngapain lagi, sih itu orang? Datang lagi, datang lagi! Udah sering di tolak, masih tetap aja, datang lagi!" gerutu Indah jengkel.
Hmm...nggak pernah menyerah juga mas Doni! Apa, nggak tau malu ya? Bisa juga, keduanya. Dua-dua nya, alasan yang masuk akal untuk di pertimbangkan! pikir Indah dalam hati.
"Ah, kok, malah jadi mikirin mas Doni, sih! Hush!! Hush!! Pergi sana!!"
"Pokoknya, aku nggak mau ikut senam lagi, Ma! Titik! Malu, ma. Bayang kan seorang Indah Purnama Sari di marahin di depan umum Aku kan, malu ma!" protes Indah suatu kali pada mamanya.
"Lho, kamu juga harus ngerti, Indah. Kalo, kamu juga salah, masa di tempat senam kamu malah ribut sama Ibu-Ibu. Indah, Indah. Ingat Nak, kamu ini sudah besar!" kata Mama panjang lebar dengan segala nasihatnya.
"Aduh, Mama udah deh. Aku kan,udah dewasa! Aku bukan, anak kecil lagi yang harus terus di ajarin, Ma! Siapa suruh Ibu itu yang bikin aku kesal duluan!" jawab Indah tak mau kalah dengan Mamanya.
"kenapa sih, semua orang dewasa itu sama saja pikirannya? Selalu, anaknya yang di salahkan! Nggak adil banget!"gerutu Indah jengkel.
"Ya, sudah deh, terserah kamu aja deh! Pokoknya, Mama udah beritahu pada kamu yang sebenarnya. Hmm...anak zaman sekarang emang susah kalo di kasih tau malah sok tau?" Mama beranjak meninggalkan Indah sendirian di kamarnya. Ia geleng-geleng kepala. Heran. Nggak mengerti.
"Non,Non Indah! Mas Doni nya nggak mau pulang juga, tuh." teriak Bik Ijah dari balik pintu kamarnya.
"Whatt? Nggak mau pulang? Ah, biar ajalah. Ujian pertama, di mulai kita lihat sampai berapa lama dia kuat di cuekin. Right?" Indah tetap tidak bersuara. Dia pura-pura tidur nyenyak.
Detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam berlalu.
"Aduh, udah pulang belum ya, dia?" Alhasil,Indah memberanikan diri keluar kamar. Ia celingak- celinguk. Mengendap-endap. Mencari-cari, di mana Bik Ijah berada.
Ternyata,eh ternyata si Bibik lagi asyik ngobrol ria dengan mas Doni.
Gubrak! "Dasar nenek-nenek,gatal bukannya kerja. Eh,malah ngobrol dengan tamu. Ya, jelas aja dia betah, nggak pulang-pulang. Lha wong, ada temen ngobrolnya." gerutu Indah kesal setengah mati rasanya. Karena keinginannya untuk menguji sang tamu nggak tercapai. Maka ujiannya di nyatakan lulus.
Ya, jelas lulus! ada teman ngobrolnya! Apa sih,yang di bicarakan Bik Ijah sampai mas Doni betah berjam-jam ngobrol? Jangan-jangan,pake ilmu pelet sampe mas Doni betah kayak gitu? pikir Indah dalam hati.
Jam sudah menunjukkan, pukul setengah lima sore. Arrgghh..!! Tamu tak di undang itu belum juga pergi. Keluar begitu aja, gengsi dong? Pake cara apa lagi ya, buat nunjukkin kalo tuan rumahnya itu aku. It's me! Not Bik Ijah! Banting piring.Prang!
"Lho, suara apa tuh Bik? Kayak piring pecah kedengarannya?" tanya Mas Doni heran.
"Eh, nggak apa-apa Mas. Paling juga kucing." jawab Bik Ijah asal. Sambil berusah menahan tawanya. Dalam hati, Bik Ijah mengetahui.
Kalo nonanya itu pasti nggak tahan juga berjam-jam tinggal di kamarnya..Hihi..Pasti si Non Indah penasaran,juga! tawa Bik Ijah dalam hati.
"Whatt? Cat? Wah, masa majikan di samain sama kucing. Kurang ajar, banget Bik Ijah minta di pecat, apa? Tapi, emang aku yang salah, sih! Pake acara lempar piring segala. Hmm.. mungkin lebih enak lempar karung di depan mereka, ya? Atau, ah menampakkan diri saja satu-satunya alternatif yang paling benar." kata Indah pelan.
Akhirnya,Indah mengambil siasat pura-pura lewat di depan mereka. "Ehem..ehem!" Indah pura-pura batuk.
"Eh, Non Indah udah bangun Non? Ini, Mas Doni dari tadi nungguin Non. Katanya, mau ngomong sesuatu sama Non. Penting, kata nya!" kemudian Bik Ijah permisi ke belakang.
"Emang,mau ngomong apaan sih mas? Emang penting banget,yah? Sampai di bela-belain nunggu aku bangun tidur!" sindir Indah kesal.
"Indah, aku mau minta maaf! Kenapa,kamu tidak ikut senam lagi? Aku kangen sama kamu Indah. Aku sebenarnya sayang sama kamu. Indah, kamu ikut senam lagi, ya? Aku janji, Aku tidak akan memarahi kamu lagi." Ucap Mas Doni lirih.
"Apa benar kamu sayang padaku?" tanya Indah tak percaya. Mas Doni mengangguk pelan.Meyakinkan perkataannya.
"Apa, buktinya kalo Mas Doni benar-benar sayang, padaku? Kalo cuma di mulut aja,semua,orang juga bisa mengatakannya. Aku juga,bisa!" tantang Indah sekali lagi.
"Indah kamu masih belum percaya padaku?" tanya Mas Doni dengan tatapan sayu.
Tiba-tiba, tanpa di duga Indah. Mas Doni membungkuk di hadapan Indah. Ia mengambil sekuntum mawar dari vas bunga di meja ruang tamu Indah. "Ini, untukmu sayangku! Please,believe to me! I am,very,very,very lovely to you!" kata Mas Doni dengan mimik wajah yang sangat lucu.
"Hahaha..." Indah tertawa geli,melihat wajah Mas Doni yang pake acara pejam-pejam mata segala.
"Lho kok,malah ketawa? Kenapa? Tidak suka,ya?" tanya Mas Doni heran.
"Hmm.. baik aku coba yang lain lagi, deh! Kalo kamu tidak suka,yang tadi!" kata Mas Doni lagi.
"E..eeh.., Mas. Udah cukup, nggak usah di lanjutkan lagi aktingnya! Nanti bisa-bisa aku tambah sakit perut lihat wajah Mas yang lucu seperti tadi!"cegah Indah buru-buru.
"Ja..jadi kamu terima aku kah? Apa berarti, kamu sudah memaafkan aku?" tanya Mas Doni ragu-ragu. Indah mengangguk sambil tersenyum malu-malu.
"Terus,apa ini juga berarti kamu mau ikut senam lagi, bersamaku?" tanya Mas Doni lagi.
"Aduh,bawel banget sih Mas Doni! Iyaa..iyaa! Tadi kan,udah di jawab." jawab Indah jengkel.
"Asyik! Hore!" teriak Mas Doni sambil meloncat-loncat gembira.
"Psstt! Pelan-pelan tau norak banget sih! Nanti kedengeran orang kan malu!" kata Indah sambil meletakkan jari telunjukknya di depan mulutnya sebagai tanda peringatan supaya Mas Doni mengecilkan volume suaranya.
"Ah, biarin aja!" jawab Mas Doni asal. Yang di balas dengan lemparan bantal dan jatuh mendarat di kepala Mas Doni.
"Nah, gitu dong! Kan, lebih enak di lihatnya, daripada cemberut terus di kamar!" suara seorang wanita setengah baya mengejutkan mereka berdua.
"Eh, Mama! Sudah pulang, Ma." sapa Indah dengan wajah memerah karena malu.
Mama mengangguk sambil tersenyum manis dan berlalu dari hadapan mereka berdua.
"Tuh kan, apa aku bilang juga!" kata Indah dengan wajah cemberut.
"Maaf deh, sayang!" jawab Mas Doni dengan wajah memerah karena malu.
"Tau, ah!" jawab Indah sambil berlalu dengan wajah cemberut.
"Yah, dia marah lagi!" gerutu Mas Doni sambil garuk-garuk kepala dengan wajah putus asa.
Jakarta, Maret 2011
Jika menurut anda cerpen ini cukup menarik dan bermanfaat silakan share di twitter atau facebook. Jika mau berlangganan artikel blog ini melalui email, silakan subscribe disini.Tentang penulis : Veronica, tinggal di Jakarta. Anda bisa berkenalan lebih dekat dengan perempuan yang hobi membaca dan menulis ini di akun facebooknya.
Artikel Terkait:
Ingin mendapat artikel seperti ini langsung ke Email anda? Silahkan masukan alamat email anda untuk berlangganan.
Komentar :
Posting Komentar
Sampaikan komentar terbaik anda di kolom komentar :)