Curhatkita: Feel Guilty

Cerpen Curhatkita #17

Oleh Veronica

Teng! Teng! Bel istirahat berbunyi.

Andi, bersorak gembira dalam hati. Ya, karena ia bisa membalas si Budi, temannya yang menjengkelkan itu. Gara-gara idenya menaruh permen karet pada kursi Pak Dewa yang terkenal killer itu.

Andi, yang kena getahnya. Ia di setrap di lapangan, yang panasnya luar biasa. Untung kulit Andi memang sudah hitam. Tapi, tetap saja Andi kesal. Kan, dia juga malu kalo kulitnya yang memang sudah hitam tambah hitam.

Sepanjang pelajaran Pak Dewa, Andi tak berhenti menggerutu.

keringat sudah mengucur deras. Yang ia yakin betul kalo ditaruh di ember bisa lebih dari lima ember cukup, buat emak Andi cuci baju.

"Kan, aku nggak perlu repot-repot nimba air pake pompa zaman dulu yang sudah kuno itu." pikir Andi.

“Haduh! Sempat-sempatnya aku mikirin emak. Harusnya, mikirin gimana caranya membalas si makhluk menyebalkan yang bernama Bude itu, eh, maksudnya Budi.” Andi terpikir, sebuah ide yang sangat brilliant. Yang ia yakin bener. Einstein saja kalah genius.

Andi menengok kiri-kanan, depan-belakang, atas-bawah. "Hmm...sudah aman!" kata Andi pelan. Di ambilnya sebuah paku dari saku celananya. Ia memang selalu membawa-bawa paku kesayangannya itu kemana-mana. Kecuali, ke tempat tidur.

Andi lupa, kalo ada paku yang selalu menemani tidurnya. Akibatnya, ia tertusuk paku itu. Dan harus di jahit. Andi sampai teriak-teriak histeris. Dokternya hanya bengong, "Lha, belum juga di apa-apain." Andi sudah teriak-teriak histeris. Alhasil, dia trauma membawa paku itu menemani tidurnya lagi.

Kata emak, paku itu jimat yang membawa keberuntungan. Yang sudah ada sejak jaman emaknya, emak Andi, emaknya lagi. Panjang deh. Andi saja, sampai pusing sewaktu emak sibuk menjelaskan asal muasal paku itu. Malah berubah, jadi silsilah keluarga emak.

Andi berlalu pergi meninggalkan emak yang masih dengan semangat 45 bercerita. Sambil di hayati pula. Pake merem-merem lagi. Makanya, Andi diam-diam kabur. Pusing, katanya sewaktu ditanya emak.

Andi mengambil paku itu dari saku celananya. Lalu, mencium-nya. Dia mengendap-endap. Mendekati sebuah vespa kuno yang suaranya, sumpah bisa bikin telinga sakit. Di tusukannya paku itu pada ban motor vespa Pak Dewa. Lengkap dengan surat palsu yang mengatas namakan Budi. "Perfect!" Andi tersenyum misterius.

Andi cuma senyam-senyum aja saat bel istirahat berbunyi. Berarti, hukumannya juga berakhir. Tak berapa lama, Pak Dewa baru mengetahui kalo ban Vespa kesayangannya bocor kena paku.

Ternyata, ada mata-mata ya? Spider! Pak Dewa, seketika berubah wajahnya dari yang awalnya ramah, senyum-senyum, sekarang merah kayak kepiting rebus.

"Kamu ya, yang bocorin ban motor Vespa saya?" Tiap anak satu demi satu di tanya olehnya. Alias di interogasi.

Tapi, belakangan Pak Dewa mendapatkan sebuah laporan tentang siapa tersangka dari kasus pecahnya ban motor Vespa-nya.

"Budi, kamu kesal sama saya, ya? Gara-gara nilai ulangan matematikamu saya kasih Empat ya? Terus, kamu balas dendam. Bikin bocor, ban motor Vespa saya! Kamu ini, keterlaluan ya!!" bentak Pak Dewa sampai hujan lokal.

Beberapa kali, Budi terpaksa mengelap wajahnya yang basah terkena hujan lokal.

Jakarta, April 2011

Jika menurut anda cerpen ini cukup menarik dan bermanfaat silakan share di twitter atau facebook. Jika mau berlangganan artikel blog ini melalui email, silakan subscribe disini.

Tentang penulis : Veronica, tinggal di Jakarta. Anda bisa berkenalan lebih dekat dengan perempuan yang hobi membaca dan menulis ini di akun facebooknya.