Oleh Tarjum
Aku pertama kali kenal dia saat aku baru beranjak remaja.
Masa transisi yang rentan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.
Dia seperti sahabat dekat yang sangat perhatian. Memberiku saran, masukan, kadang kritik yang awalnya sangat masuk akal. Aku mendapat beberapa pemahaman baru tentang beberapa hal dari dia.
Setelah aku mengenal dia lebih dekat, dia mulai mempengaruhiku lebih kuat. Saran-sarannya lebih bernada kritikan. Kadang kritikan negatif yang melemahkanku. Kritikan-kritikan dia semakin tajam. Tanpa aku sadari, kritikan-kritikan negatifnya mulai mempengaruhiku. Aku mulai berpikir negatif terhadap diri sendiri. Beberapa pikiran negatif mulai tertanam di alam bawah sadarku.
Sampai di sini, aku masih belum sadar, siapa dia sebenarnya? Dari mana dan kapan dia datang dalam kehidupanku? Mengapa dia mendekati dan mempengaruhiku? Apakah karena aku memang cocok menjadi temannya dan menjadi bagian dari dirinya? Aku masih belum menemukan jawabannya.
Aku memasuki masa remaja, masa transisi menjelang dewasa. Saat paling rentan dalam perkembangan psikisku. Saat itulah dia semakin kuat mempengaruhiku. Dia mempengaruhi pola pikirku, keyakinan-keyakinanku, sikap dan tindakanku. Yang mulai tak kusuka, dia semakin tajam mengkritiku dengan kritikan negatif yang membuatku semakin tak percaya diri.
Aku masih belum mengenali siapa dia sesungguhnya?
Pemikiran dan saran-sarannya semakin negatif dan tak masuk akal. Aku baru sadar bahwa sebenarnya dia bukan sahabat tapi musuh dalam selimut.
Dia berusaha menggiringku berpikir negatif terhadap diriku dan orang-orang disekitarku. Dia membuatku sangat sensitif dan emosional. Namun pengaruhnya sudah sangat kuat menguasai alam sadar dan alam bawah sadarku. Aku seakan tak berdaya melawan pemikiran dan kritik-kritik negatifnya.
Dengan kesadaran yang masih tersisa, aku berusaha melepaskan diri dari jeratan pola pikirnya. Aku berusaha memahami dan melawan kritik-kritiknya. Aku berusaha membuang pengaruh-pengaruh negatifnya dari pikiranku.
Tapi, ternyata tak semudah itu. Pengaruh negatifnya yang sudah merasuk ke alam bawah sadarku tak mudah dihilangkan begitu saja. Perlu usaha keras dan kegigihan untuk mengikis sedikit demi sedikit pengaruh negatifnya di pikiranku.
Sampai di sini, aku masih belum tahu, siapa sebenarnya musuh dalam selimut ini?
Aku mencoba mencari tahu tentang dia dari berbagai sumber yang bisa kugali. Aku cari informasi tentang dia dari beberapa media cetak ternama. Barangkali ada berita atau tulisan yang bisa memberi penjelasan yang memadai tentang siapa dia sesungguhnya.
Aku mulai menemui titik terang, ketika aku menemukan beberapa cerita sepintas tentang dia. Namun aku baru tahu sedikit tentang dia, karena dia tergabung dalam suatu kelompok. Informasi tentang dia di kelompoknya juga masih sangat terbatas.
Walaupun aku belum tahu persis siapa dia, aku tahu, aku harus melepaskan diri dari pengaruhnya. Aku akui tidak semua pengaruhnya negatif, ada juga pengaruh positifnya. Namun pengaruh negatifnya terlampau besar dan membuatku tak nyaman bahkan sering sangat menyiksa.
Aku mencoba dengan berbagai cara, yang aku tahu dari cerita-cerita di kelompoknya, untuk melepaskan diri dari belenggunya. Sangat sulit memang, tapi aku tak mau menyerah kerana aku ingin hidup tenang tanpa pengaruh negatifnya. Aku percaya ada cara yang belum kutemukan untuk melepaskan diri darinya.
Aku mencoba untuk tidak terlalu fokus padanya. Namun aku berusaha fokus pada hal-hal yang aku sukai. Aktivitas yang membuatku gembira dan bisa mengalihkanku perhatianku darinya. Aku semakin larut dan fokus dengan aktivitas yang semakin kusenangi. Aku mendapatkan banyak hal positif dari aktivias yang aku jalani. Aku mulai bisa mengalihkan pikiranku dari pengaruh negatifnya.
Sementara aku terus fokus pada aktivitas yang semakin menggairahkan, perlahan tapi pasti pengaruh dia mulai memudar dari alam pikiranku. Aku mulai bisa menjauhi dan mengikis pengaruh-pengaruh negatifnya, walaupun belum sepenuhnya. Kadang tanpa aku sadari aku bisa melupakannya. Aku mulai jarang dan semakin jarang bertemu dengannya.
Sampai akhirnya pada suatu waktu aku benar-benar bisa menjauhi dan melepaskan diri darinya. Aku semakin memahami dia, walaupun belum tahu persis siapa dia sebenarnya. Aku terus mencari tahu tentang dia. Jika suatu saat dia datang lagi, aku sudah tahu siapa dia, apa yang akan dia lakukan dan bagaimana cara menghindarinya. Aku tak mau lagi bersahabat dengannya.
Aku tak membencinya karena ada nilai-nilai positif yang telah dia berikan padaku. Berkat dia aku bisa lebih mengenal diriku. Berkat dia juga aku bisa melakukan sesuatu untuk orang lain yang pernah atau masih berteman dengannya.
Aku tahu, tuhan mengirimkan dia kepadaku bukan tanpa maksud. Aku bersyukur pernah mengenalnya. Dengan bersahabat dengannya, tanpa aku sadari aku telah mendapatkan banyak hal darinya.
Uniknya, aku baru tahu siapa dia sebenarnya, setelah bertahun-tahun lamanya aku tak pernah bertemu dengannya lagi. Dia sahabat tapi juga musuh dalam selimut yang lambat aku kenali.
Hati-hati jika anda kenal dengan dia!
Tahukah anda siapa dia? Dia bernama “BIPOLAR”.
Jika menurut anda posting ini cukup menarik dan bermanfaat silakan share di twitter atau facebook. Jika mau berlangganan artikel blog ini melalui email, silakan subscribe disini.
Tarjum adalah pendiri dan editor Curhatkita, Forum Curhat, Grup Teman Curhat dan Solusi Bipolar Facebook. Penulis buku psikomemoar "Mengubah Mimpi Buruk Menjadi Mimpi Indah". Anda bisa kenal lebih dekat dengan Tarjum di sini dan ikuti Tarjum di Facebook dan Twitter.
Ilustrasi : stoppingthehate.com
Artikel Terkait:
Ingin mendapat artikel seperti ini langsung ke Email anda? Silahkan masukan alamat email anda untuk berlangganan.
Komentar :
boleh juga, menarik sekali. terima kasih.
minta tolong yahhh.... untuk tugas, saya copas cerpennya :D
Posting Komentar
Sampaikan komentar terbaik anda di kolom komentar :)