Oleh : Tarjum
Stigma negatif terhadap penderita gangguan jiwa sampai saat ini memang masih melekat kuat. Itulah mungkin sebabnya mengapa sebagian besar penderita gangguan jiwa enggan dan malu untuk mengungkapkan derita psikologisnya kepada orang lain, bahkan kepada orang-orang terdekatnya. Beberapa orang yang curhat via email atau telepon mengaku baru pertama kali menceritakan masalah kejiwaanya. Mereka meminta curhatnya dirahasiakan karena malu jika masalahnya diketahui keluarga atau teman-teman dekatnya.
Sejak saya mengenal dunia maya, saya mencoba mengingatkan teman-teman yang saya kenal di dunia maya untuk tidak malu karena mengidap gangguan kejiwaan. Untuk itu saya memulainya dari diri saya sendiri. Di dunia maya saya tak pernah menggunakan nama samaran, saya selalu menggunakan nama asli “Tarjum” atau “Tarjum Sahmad”. Account saya di beberapa situs, blog, facebook, twitter, forum, menggunakan nama asli.
Tulisan-tulisan saya di blog, situs pribadi, situs jurnalisme warga atau situs komunitas juga menggunakan nama asli. Pengalaman pribadi saya selama bergelut dengan gangguan bipolar bukan hanya saya ceritakan secara detail di situs dan blog pribadi, tapi saya ceritakan juga di situs lain. Salah satunya, saya menceritakan kisah pengalaman bipolar saya secara serial di situs jurnalisme warga wikimu.com, dengan judul “Aku Hampir Gila”. Cerita saya di situs ini mendapat beberapa komentar kritis dan pedas disamping komentar yang mendukung. Tapi bagi saya itu tak masalah, positif atau negatif pendapat mereka itu sepenuhnya hak mereka. Yang penting saya bisa membagikan pengalaman dan pemahaman saya tentang gangguan jiwa kepada publik.
Selain nama dan identitas asli saya juga menggunakan foto-foto asli untuk foto profil saya di situs pribadi, blog, account email, facebook, twitter dan situs-situs member lainnya. Di blog curhatkita ini bahkan saya menampilkan rangkaian foto berikut cerita dibaliknya. Foto-foto ini menceritakan kondisi psikologis saya sebelum, saat menderita bipolar sampai sesudah sembuh dari bipolar. Anda bisa melihat rangkaian foto dan ceritanya disini.
Bukan hanya di dunia maya, di dunia nyata pun saya tak merasa malu atau risih untuk menceritakan pengalaman psikologis saya kepada keluarga, kerabat, teman, sahabat, tetangga, rekan kerja dan kepada orang-orang yang saya kenal. Kata-kata “bipolar” kadang jadi bahan candaan rekan-rekan kerja di kantor. Tak masalah bagi saya, tak sedikitpun saya merasa malu atau tersinggung. Boleh dikata orang yang mengenal saya sebagian besar tahu saya pernah mengalami gangguan jiwa. Hanya saja kebanyakan dari mereka tak begitu faham apa dan bagaimana sebenarnya gangguan bipolar. Kalau diantara mereka ada yang bertanya tentang bipolar, saya ceritakan sejelasnya apa yang saya tahu tentang bipolar.
Bagi saya, semua itu saya lakukan sebagai “kampanye pribadi” untuk mengikis stigma negatif penderita gangguan jiwa dengan tema kampanye “Jangan Malu Jika Mengalami Gangguan Kejiwaan”. Kampanye ini saya mulai dari diri saya sendiri, orang-orang terdekat, lingkungan terdekat, lalu melangkah ke lingkungan yang lebih luas.
Apakah teman-teman sekalian berminat dan terpanggil untuk menjadi bagian dari kampanye ini? Mari bergabung! Mulailah dari diri sendiri, orang-orang terdekat dan lingkungan terdekat.
Saya berharap suatu saat nanti tak ada lagi stigma negatif terhadap penderita gangguan jiwa, sehingga orang-orang tak merasa malu lagi mengakui dan mengatakan bahwa dirinya mengalami gangguan jiwa. Suatu hari nanti saya berharap akan sering mendengar ungkapan-ungkapan seperti ini :Ungkapan seorang anak kepada ibunya,
“Mah, aku mau konsultasi ke psikiater, perasaanku gak enak, kayaknya aku depresi nih.”
Ungkapan seorang pemuda kepada sahabatnya,
“Sob, besok antar aku ke psikolog ya! Sudah seminggu ini aku merasa cemas tanpa alasan yang jelas, sepertinya aku mengalami gangguan kecemasan.”
Ungkapan seorang ibu kepada teman arisannya,
“Jeng, hari Minggu besok saya nggak bisa hadir di acara arisan ya, mau nganter anak saya ke psikiater, dari tanda-tandanya sepertinya dia mengalami depresi.”
Alangkah indahnya hidup ini, jika suatu hari nanti tak ada lagi stigma negatif terhadap penderita gangguan jiwa. Sehingga orang-orang yang mengalami problem psikologis merasa nyaman berada di lingkungan keluarga, lingkungan kerja, di tengah-tengah masyarakat dan dimana pun dia berada. Apakah harapan-harapan ini terlalu muluk-muluk? Mungkin ya! Tapi bukankah banyak harapan atau impian pada awalnya dianggap muluk-muluk bahkan mustahil? Namun sejarah membuktikan banyak impian yang dulu dianggap mustahil, saat ini sudah terwujud menjadi kenyataan.
Teman-teman, mari kita bersama-sama mewujudkan harapan-harapan ini. Semoga Tuhan memberi petunjuk dan selalu membimbing langkah-langkah kita.
Artikel Terkait:
Ingin mendapat artikel seperti ini langsung ke Email anda? Silahkan masukan alamat email anda untuk berlangganan.
Komentar :
iya mas setuju, heran deh emangnya kenapa kalo mengalami depresi. Yg sy baca secara genetik ada beberapa org yg memang sulit menghasilkan hormon serotonin yg cukup sehingga mudah depresi walaupun tanpa stressor yg besar. Apa bedanya coba dengan org yg secara genetik diabetes karena tdk bisa menghasilkan insulin?
I'm having bipolar and I'm fine with that.
Bayu Amier
Sepupu saya autis, dan saya entah mengapa malah lebih akrab dengan dia daripada sepupu2 yang lain.
Semasa SMP, saya masuk ke "kelas khusus" di mana siswa-siswanya adalah orang-orang dengan kemampuan intelegensinya di atas rata-rata, tetapi memiliki "kebutuhan khusus".
Salah seorang teman saya di kelas itu yang kemampuan intelegensinya tinggi (IQ 147) mengidap asperger. Di sana, tidak sedikit juga dari teman-teman saya yang mengidap disleksia dan/atau disgrafia. Yang paling parah, ada seorang teman saya yang menderita skizofrenia ringan.
Btw, saya ingin bertanya, saya sering mengalami perubahan mood yang sangat cepat. Jika sebelumnya saya sedang happy, tiba2 bisa langsung mengamuk, takut, ataupun sedih tanpa sebab, lalu kemudian kembali happy lagi. Terkadang sering juga paranoid tanpa sebab. Kira-kira saya kenapa?
Klo membaca gejalanya seperti yang anda ceritakan, adanya perubahan mood yang cepat, sepertinya mengarah ke gangguan bipolar. Coba anda baca artikel-artikel tentang bipolar di blog ini, cocokan ciri-ciri gejalanya. Atau anda bisa baca buku saya "Mengubah Mimpi Buruk Menjadi Mimpi Indah", yang lebih detail menceritakan pengaman saya selama bergumul dengan bipolar.
Lebih bagus klo anda menyempatkan diri konsultasi ke psikiater untuk memastikan apa sebenarnya yang anda alami.
Posting Komentar
Sampaikan komentar terbaik anda di kolom komentar :)