Oleh Tarjum
Ada seorang pengunjung blog ini (Anonim) yang mengomentari artikel berjudul “Tangan Saya Gemetar Ketika Menulis Sebuah Saran di Forum Curhat”
Ini komentarnya :
Mas Tarjum, berarti pas tanganmu itu gemetar sampai berimajinasi hebat itu artinya kamu masih bipolar, tepatnya dalam kondisi manik.
Bipolar tidak dapat hilang sepenuhnya dari tubuh penderita. Saya bipolar 2 dan saya tahu kalau selamanya akan bipolar meskipun masih belum dapat menerima kenyataan itu.
Bipolar memang hampir sama seperti skizo, akan tergantung selamanya dengan obat. Dan selamanya bipolar atau skizo hinggap di dalam diri sampai meninggal. Sori, tapi itu kenyataannya.
Berikut komentar balasan saya untuk sang Anonim tamu blog saya.
Ini penjelasan saya untuk komentar (paragraf kedua) tentang pemulihan bipolar.
Penjelasan ini bukan hanya untuk sang komentator, tapi untuk siapa saja yang mungkin sependapat dengannya.
Definisi Pemulihan Bipolar
Saya menghargai pemahaman dan keyakinannya tentang gangguan bipolar atau skizofrenia yang anda alami. Karena memang gangguan kejiwaan khususnya bipolar dan skizofrenia sangat personal, kompleks dan multi faktor. Tidak bisa digeneralisir.
Apa yang saya alami mungkin berbeda dengan yang mereka alami. Cara penyembuhan yang cocok untuk saya belum tentu cocok untuk mereka.
Beberapa orang memang meragukan pemulihan bipolar saya. Apalagi pemulihan saya tanpa pengobatan medis.
Tapi, saya punya pendapat sendiri yang mungkin berbeda dengan anda, tentang arti pemulihan bipolar yang saya alami. Berikut akan saya jelaskan pengertian sembuh atau pulih dari bipolar menurut pengalaman dan pemahaman saya.
Ibaratnya Saya Sakit Mag (Gangguan Lambung)
Ibaratnya saya sakit mag, lalu saya berobat dan sembuh. Apakah saya benar-benar sembuh? Mungkin tidak sepenuhnya sembuh. Sakit mag saya bisa kumat sewaktu-waktu jika saya telat atau salah makan.
Tapi, saya katakan pada diri saya dan kepada orang lain bahwa saya sudah sembuh dari sakit mag. Dan saya merasa diri saya sehat dan bebas dari sakit mag. Itu membuat saya berpikir, bersikap dan bertindak positip terhadap diri-sendiri.
Menstigma Negatif Diri Sendiri
Saya tak akan dan tak ingin mengatakan, “Saya masih sakit mag, saya tak akan pernah sembuh dari sakit mag, dan seumur hidup saya akan sakit mag. Karena itu seumur hidup saya harus minum obat mag.”
Saya pikir anda juga tak akan mengatakan itu bukan?
Ini sama dengan menstigma dan mensugesti negatif diri sendiri. Itu akan membuat saya berpikir, bersikap dan bertindak negatif terhadap diri sendiri.
Begitu pula ketika saya mengatakan pada diri sendiri, “Saya sudah pulih dari bipolar”
Begitu menurut saya.
Saya sudah menulis tentang proses pemulihan bipolar saya di artikel ini “Apakah Sebuah ‘Mukjizat’ Bisa Pulih dari Gangguan Bipolar?” dan beberapa artikel lainnya.
Saya juga sudah menjelaskan proses pemulihan bipolar saya lebih detail dan mendalam di buku psikomemoar dan ebook Berdamai dengan Bipolar.
Ini penjelasan saya untuk komentar paragraf pertama, tentang tangan saya yang gemetar, luapan emosi dan imajinasi sebagai pertanda manik.
Luapan Emosi dan Imajinasi Sesaat, Bukan Manik
Soal tangan saya yang gemetar dan berimajinasi saat menulis. menurut saya itu bukan pertanda saya sedang manik/hypomanik. Itu hanya perasaan dan imajinasi normal karena terharu yang bisa dirasakan oleh siapa saja. Dan itu hanya berlangsung sesaat, bukan terus-menerus dalam jangka waktu tertentu dan tak terkontrol.
Memang kadang saya terbawa emosi ketika sedang menulis artikel, membalas email, membalas komentar di blog atau di forum. Saya kira penulis lain pun akan merasakan hal yang sama.
Menulis dengan Emosi
Bagi seorang penulis (fiksi atau non fiksi), melibatkan emosi saat menulis adalah hal yang lumrah bahkan perlu agar artikel atau cerita yang ditulis tidak kering dan datar. Sehingga para pembaca pun akan merasakan emosi dan imajinasi penulisnya.
Bayangkan ketika anda membaca sebuah artikel atau novel, anda tak merasakan emosi apa pun. Apakah tulisan itu menarik menurut anda? tentu tidak bukan! Artikel, novel atau buku akan terasa hambar dan membosankan jika tak ada getaran emosi yang bisa dirasakan pembacanya.
Begitu pula dengan tulisan non fiksi, jika tak ada getaran emosi didalamnya akan menjadi tulisan yang kering dan tak menarik bagi pembacanya. Tapi ini bukan berarti artikel non fiksi direkayasa atau didramatisir.
Setiap tulisan, baik fiksi atau non fiksi bukan hanya deretan kata-kata, tapi harus punya ruh atau jiwa. Begitu menurut saya.
Itulah penjelasan saya untuk sang Anonym tamu blog saya. Semoga bisa difahami.
Jika anda tidak sependapat dengan saya tentang apa yang saya tulis di artikel ini atau anda punya pendapat lain, silakan berbagi di komentar.
Jika menurut anda artikel ini cukup menarik dan bermanfaat silakan share di twitter atau facebook. Jika mau berlangganan artikel blog ini melalui email, silakan subscribe disini.
Tarjum adalah pendiri dan editor Curhatkita, Forum Curhat, Grup Teman Curhat dan Solusi Bipolar Facebook. Penulis buku psikomemoar "Mengubah Mimpi Buruk Menjadi Mimpi Indah". Anda bisa kenal lebih dekat dengan Tarjum di sini dan ikuti Tarjum di Facebook dan Twitter.
Artikel Terkait:
Ingin mendapat artikel seperti ini langsung ke Email anda? Silahkan masukan alamat email anda untuk berlangganan.
Komentar :
itu kan hanya pendapat orang lain kang. sifatnya subjektif (walau di anonim berusaha terdengar objektif). tidak ada yang harus diluruskan sebenarnya. namun tetaplah menyebarkan energi positif bagi penderita bipolar. lanjutkan!:)
Pengunjung blog ini adalah tamu yang harus saya hormati dan hargai.
Mereka yang menulis komentar tentunya telah menyempatkan waktu untuk membaca artikel dan merenungkannya.
Seperti apa pun komentarnya saya hargai, walaupun hanya sebaris kalimat. Karena itu, saya selalu menyempatkan untuk membalas komentar-komentar tamu online saya.
Dan saya tak pernah menghapus komentar mereka, sekritis apa pun komentarnya.
Terima kasih untuk para tamu online saya, baik yang menulis komentar maupun yang hanya membaca artikelnya.
Semoga anda sekalian mendapat manfaat atau inspirasi dari blog ini.
Ditunggu kunjungannya kembali. :D
apakah penulis masi mengkonsumsi obat ? katanya dia mengibaratkan seperti sakit maag, berarti dia ga minum obat secara teratur/terus-terusan donk...
Alhamdulillah, sejak mengalami gangguan bipolar saya tidak pernah minum obat. Bukan karena saya tak mau minum obat, karena waktu itu (1989) saya belum tahu bahwa gangguan bipolar bisa diobati secara medis. Bahkan saya belum tahu bahwa yang saya alami adalah gangguan bipolar. Saya hanya menganggap saya mengalami depresi.
Saya hanya mencoba berbagai terapi (terapi fisik, mental, spiritual dan sosial) yang informasinya saya dapat dari surat kabar, majalah dan buku-buku. Belum mengenal internet waktu itu. Informasi detail dan lengkap tentang terapi yang saya jalani bisa dibaca di buku psikomemoar “MENGUBAH MIMPI BURUK MENJADI MIMPI INDAH”.
Demikian yang bisa saya sampaikan semoga bisa difahami.
Posting Komentar
Sampaikan komentar terbaik anda di kolom komentar :)